26 C
Medan
Jumat, November 22, 2024

Kemenkes Atur Pelayanan Kesehatan Lewat Shared Competency di RS

Berita HariIni

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Jakarta (buseronline.com) – Kemenkes RI saat ini tengah berfokus untuk membangun layanan kesehatan rujukan secara fisik melalui pembangunan rumah sakit maupun pemenuhan alat kesehatan dan farmasi ke rumah sakit di 514 kabupaten/kota.

Pada saat yang sama Kemenkes kini mulai menata pelayanan kesehatan bagi dokter spesialis/dokter gigi spesialis dan dokter subspesialis/dokter gigi subspesialis yang bertugas di rumah sakit melalui shared competency.

Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor HK.02.01/MENKES/5/2023 tentang Penataan Pelayanan Kesehatan Bagi Dokter Spesialis/Dokter Gigi Spesialis dan Dokter Subspesialis/Dokter Gigi Subspesialis Dengan Kompetensi yang Bersinggungan Melalui Shared Competency di Rumah Sakit.

SE Nomor: HK.02.01-MENKES-5-2023 tentang Penataan Pelayanan Kesehatan Bagi Dokter Spesialis Dokter Gigi Spesialis Dokter Subspesialis Dokter Gigi Subspesialis Shared Competency di RS-signed

Menkes RI Budi G Sadikin mengatakan keputusan ini merupakan respon cepat dari pemerintah untuk mengatasi persoalan klaim pelayanan antar tenaga kesehatan sebagai akibat dari adanya kesamaan kompetensi tenaga kesehatan (nakes) dalam satu rumah sakit.

Pada suatu pelayanan medis tertentu misalnya, ternyata dalam praktiknya dapat dilakukan oleh dokter spesialis/dokter gigi spesialis dan dokter subspesialis/dokter gigi subspesialis dari bidang spesialisasi atau sub spesialisasi yang berbeda. Tak jarang, sering terjadi desakan yang berdampak pada pelayanan kesehatan kepada para pasien.

Diharapkan, setelah penataan ini rumah sakit dapat berfokus dalam memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan layanan spesialistik dan subspesialistik, termasuk dalam penggunaan sarana, prasarana, dan alat kesehatan.

”Untuk menjawab adanya kompetensi yang sama atau bersinggungan antara dokter spesialis/dokter gigi spesialis dan dokter subspesialis/dokter gigi subspesialis, diperlukan penataan penerapan shared competency agar pelayanan kesehatan kepada pasien menjadi berkualitas dan tidak ada saling klaim pelayanan oleh dokter spesialis/dokter gigi spesialis dan dokter subspesialis/dokter gigi subspesialis,” katanya dalam SE tersebut.

Ia menegaskan kepada Kepala/Direktur/Direktur Utama Rumah Sakit di seluruh Indonesia yang akan menerapkan shared competency untuk dapat mengutamakan aspek kesehatan dan keselamatan pasien khususnya terhadap pelayanan kesehatan yang menjadi prioritas program transformasi layanan rujukan.

”Kepala/Direktur/Direktur Utama rumah sakit wajib menerapkan manajemen pelayanan yang berorientasi pada keselamatan pasien dengan pendekatan multidisiplin dan tepat guna mulai dari berbagai prosedur diagnostik, tindakan medis sampai dengan terapi pengobatan terhadap pasien,” terangnya.

Untuk mewujudkan hal tersebut, dalam SE ditegaskan bahwa penerapan shared competency hanya dapat dilakukan oleh dokter spesialis/dokter gigi spesialis, dokter subspesialis/dokter gigi subspesialis; dan/atau dokter spesialis/dokter gigi spesialis dengan kewenangan tambahan dan kualifikasi tertentu.

Setiap tenaga kesehatan harus memiliki standar kompetensi yang telah disahkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan atau buku putih (white paper) masing- masing bidang spesialis atau subspesialis.

Selain itu, tenaga kesehatan juga wajib memiliki clinical appointment berdasarkan rekomendasi komite medik dari Kepala/Direktur/Direktur Utama rumah sakit tempatnya bertugas.

”Rekomendasi komite medik diberikan berdasarkan sertifikat kompetensi atau sertifikat kompetensi tambahan atau dokumen lain yang membuktikan kompetensi yang dimiliki tenaga medis,” sebutnya.

Disamping memperhatikan aspek kualitas tenaga kesehatan, sisi lain yang juga diperhatikan pemerintah adalah aspek monitoring dan evaluasi penerapan shared competency yang dilakukan secara berkala dapat memberikan pelayanan kesehatan yang efektif, berkualitas dan terstandar untuk menjamin mutu dan keselamatan pasien.

Pada tahap ini, Kemenkes pun terlibat secara langsung memberikan pembinaan dan pengawasan atas penerapan shared competency di rumah sakit, termasuk dalam penggunaan sarana, prasarana, dan alat kesehatan.

Menkes menjelaskan hasil monitoring dan evaluasi dari penerapan shared competency tersebut, kemudian disampaikan kepada kepada Menkes melalui Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan setiap tiga bulan sekali.

”Nantinya, hasil laporan tersebut digunakan sebagai bahan untuk melakukan penilaian dalam proses akreditasi dan/atau re akreditasi rumah sakit,” ujarnya.

Di akhir SE, Menkes juga meminta kepada Kepala/Direktur/Direktur Utama Rumah Sakit di seluruh Indonesia agar aturan tersebut dapat digunakan sebagaimana mestinya.

”Surat Edaran ini dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi rumah sakit dalam penerapan shared competency untuk meningkatkan akses dan menjaga mutu pelayanan kesehatan,” tuturnya mengakhiri.

Berita Lainnya

Berita Terbaru