Medan (buseronline.com) – Wali Kota Medan Bobby Nasution mengenakan pakaian adat etnis Karo saat menjadi narasumber dalam Dialog Kebudayaan yang digelar PWI Pusat sebagai rangkaian untuk meramaikan kegiatan Hari Pers Nasional (HPN) 2023 di Santika Dyandra Hotel Medan.
Menantu Presiden Joko Widodo ini tidak sendiri, ada sembilan bupati/wali kota lainnya yang juga menjadi pembicara dalam dialog tersebut yakni Bupati Serdang Bedagai H Darma Wijaya, Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo (Yogyakarta), Bupati Kuningan Acep Purnama, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.
Kemudian, Bupati Malang Muhammad Sanusi, Bupati Pesawaran Dendi Ramadhona, Bupati Indragiri Hilir Muhammad Wardan, Bupati Agam Andri Warman (Sumatera Barat) serta Bupati Halmahera Selatan Usman Sidik.
Bobby Nasution bersama sembilan kepala daerah lainnya menjadi pembicara setelah ditetapkan PWI Pusat untuk mendapatkan Anugerah Kebudayaan PWI Pusat 2023 berkat inovasi yang telah mereka lakukan dalam bidang pangan, sandang dan papan berbasis kebudayaan atau kearifan lokal.
Dalam dialog tersebut, orang nomor satu di Pemko Medan menyampaikan pemaparan berjudul “Digitalisasi Sandang Gaya Medan Dalam Rangka Pengembangan Ekonomi”. Bobby Nasution mengawalinya dengan mengungkapkan, pembentukan Kota Medan tidak terlepas dari etnis Melayu dan Karo.
Meski demikian, imbuhnya, seluruh etnis lainnya yang ada juga ikut mendukung terbentuknya ibu kota Provinsi Sumut ini. Diungkapkan Bobby Nasution, saat ini ada 13 etnis yang ada di Kota Medan.
Untuk mendukung sandang gaya Medan sekaligus melestarikan kebudayaan yang ada, kata Bobby Nasution, maka seluruh ASN yang ada di lingkungan Pemko Medan setiap Jumat diwajibkan mengenakan pakaian adat dari 13 etnis yang ada.
“Yang menjadi PR bagi kami sekarang bagaimana memastikan produksinya terus berjalan, sebab marketnya sudah ada. Setelah itu ketersediaannya bahan produksi harus diperhatikan karena selaras dengan permintaan produksi pasti terhambat. Ditambah lagi dengan bahan produksi yang langka, maka akan berdampak dengan harga yang mahal. Untuk itu harga produksi harus diturunkan dengan memastikan bahan-bahan produksinya terjangkau,” ujarnya.
Dihadapan Ketua PWI Pusat Atal S Depari, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu serta perwakilan media dari seluruh Indonesia, Bobby menjelaskan kain dari etnis yang ada memiliki makna yang berbeda peruntukannya, ada untuk acara umum, berduka dan lainnya.
Sehingga tidak bisa sembarang dijadikan pakaian karena ada artinya masing-masing. Untuk itu, ungkapnya, tengah dikonsepkan motif yang bisa dipakai untuk umum tanpa mengurangi nilai-nilai budayanya.
Selanjutnya, Bobby mengungkapkan pengrajin pakaian adat ini bukan semua berasal dari Kota Medan. “Menyikapi hal itu, kita telah meminta Dinas Koperasi UKM, Perdagangan dan Perindustrian Kota Medan untuk menjalin kolaborasi dengan pengrajin,” ungkapnya.
Di samping itu Pemko medan akan memberikan dukungan promosi terkait dengan potensi keunikan dan keunggulan daerah Kota Medan dalam bidang sandang. Kemudian, memanfaatkan platform digital untuk pemasarannya.