Jakarta (buseronline.com) – Pemerintah menetapkan merubah haluan anggaran kesehatan dari yang sebelumnya merupakan anggaran wajib (mandatory spending) menjadi anggaran berbasis kinerja.
Hal ini dilandasi besarnya mandatory spending tidak menentukan kualitas dari keluaran (outcome) atau hasil yang dicapai.
”Dengan tidak adanya persentase angka di dalam Undang Undang Kesehatan, bukan berarti anggaran itu tidak ada, namun tersusun dengan rapi berdasarkan dengan rencana induk kesehatan dan berbasis kinerja berdasarkan input, output dan outcome yang akan kita capai, karena tujuannya jelas meningkatkan derajat kesehatan masyarakat indonesia setinggi tingginya. Jadi semua tepat sasaran, tidak buang buang uang,” jelas Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr M Syahril.
Syahril mencontohkan kondisi saat ini dimana 300,000 rakyat kita setiap tahun wafat karena stroke. Lebih dari 6,000 bayi wafat karena kelainan jantung bawaan yang tidak bisa dioperasi.
Lima juta balita hidup dalam kondisi stunting, kendati anggaran kesehatan yang digelontorkan sangat banyak.
”Artinya apa? Karena dulu pedoman belum ada, guideline belum ada, eh uangnya sudah ada. Akhirnya malah terjadi kebingungan.
Perencanaan copy paste dari tahun sebelumnya ditambah inflasi sekian, akhirnya outcomenya ya begitu begitu saja, karena belum terarah dengan baik,” lanjut dr Syahril.
Jadi yang akan dilakukan mulai di tahun anggaran 2024, disusun terlebih dahulu rencana induk kesehatannya, bagaimana pembagian peran antara pusat dan daerah, targetnya nanti seperti apa.
“Jadi semua lebih terarah. Harapannya terjadi peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik,” lanjut dr Syahril.