Jakarta (buseronline.com) – ReforMiner Institute melaporkan hingga 2050 mendatang jumlah kebutuhan energi akan mengalami lonjakan. Outlook Energy BPPT dalam skenario Business As Usual (BAU), memperkirakan kebutuhan minyak bumi mencapai 1.171 juta barel. Padahal jumlah pasokan minyak bumi hanya mencapai 70 juta barel.
Sementara itu Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno menyampaikan guna meminimalisir neraca migas Indonesia dapat dilakukan dengan memaksimalkan produksi sumur tua yang ada. Tercatat Indonesia memiliki 1.400-an sumur minyak tua yang dikelola dengan melibatkan 20 Koperasi Unit Desa dan BUMD. Pemanfaatan sumur tua dapat mengoptimalkan reservoir menyumbangkan 1.905,23 barel minyak per hari.
Menyadari hal itu, mahasiswa Teknik Perminyakan Universitas Pertamina (UPER) yaitu Raihan Dhian Nandika, Bima Putra Rayyan dan Muhammad Abdul Aziz, merancang pengembangan pemanfaatan reservoir tua. Melalui PetroSolve Reservoir Simulation yang di adakan oleh SPE Universiti Teknologi Petronas Malaysia dan bekerja sama dengan Rock Flow Dynamics, tim UPER berhasil menduduki posisi 5 terbaik, mengalahkan tim kampus lainnya yang berasal dari Malaysia dan Filipina.
Tim UPER merancang 3 strategi yang diklasifikasikan menjadi tiga tahap produksi reservoir yaitu primer, sekunder dan tersier.
“Ajang yang kami ikuti mengkompetisikan rencana pengembangan reservoir yang dapat direalisasikan dalam proses produksi secara nyata. Selain itu kami juga turut memperhitungkan dari sisi ekonomi. Rencana produksi tersebut kami susun menggunakan software tNavigator dan hasil analisisnya tersebut untuk melihat hasil produksi setelah 30 tahun berjalan,” ujar Aziz dalam wawancara daring.
Rektor Universitas Pertamina Prof Dr Ir Wawan Gunawan A Kadir MS menyebut pembelajaran di UPER didukung langsung oleh industri energi. Sehingga mahasiswa lebih memahami kondisi dan tantangan nyata dunia industri.
“Mahasiswa belajar dengan kurikulum yang disiapkan bersama industri. Mereka juga dibimbing oleh dosen ahli dan praktisi korporasi. Baik dosen maupun mahasiswa mendapat akses untuk memanfaatkan laboratorium Pertamina grup. Sehingga menurut tracer study, 96 persen lulusan Universitas Pertamina sudah bekerja, berwirausaha atau melanjutkan S2. Dengan waktu tunggu rata-rata hanya tiga bulan,” ujar Prof Wawan.
Menurut Aziz, bimbingan dosen praktisi migas membuat mereka memiliki pola pikir yang lebih holistik sesuai tuntutan industri. Tak hanya mendongkrak produksi, strategi mereka juga mendorong peningkatan keuntungan. Pengembangan reservoir mereka berhasil memperoleh nilai maksimal produksi minyak 9,79 Million Stock Tank Barrels (MMSTB). Adapun nilai keuntungan diperkirakan sebesar 180 juta dar US.
“Tidak hanya berfokus pada pemaksimalan dari sumur-sumur reservoir, namun kami turut memperhatikan nilai keuntungan yang menjadikan kami unggul dari lainnya. Kami menambahkan nilai keuntungan tersebut sesuai dengan proses pembelajaran yang tidak hanya memperhitungkan jumlah produksi, namun juga dari sisi ekonomis. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan kapabilitas kemampuan mahasiswa dalam mempertimbangkan berbagai aspek selama proses produksi,” ujar Aziz.
Dengan pembelajaran yang didukung industri, tak heran jika lulusan Universitas Pertamina mendapat ikatan kerja dari Pertamina grup.
“Selain melalui proses belajar dikelas UPER juga menyiapkan lulusan melalui program Lulusan Merah Putih. Program persiapan karir ini dimentori langsung oleh pekerja Pertamina grup. Untuk mengisi 45 posisi di Pertamina Grup dan mitra usaha lainnya,” ujar Prof Wawan. (J1)