Jakarta (buseronline.com) – Rangkaian kegiatan Uji Publik Rancangan Peraturan Turunan UU Kesehatan Nomor: 17 tahun 2023 yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah memasuki hari keempat. Topik yang dibahas pada hari ini adalah Penggolongan Obat Bahan Alam (OBA).
Kegiatan ini mengundang pemangku kepentingan dari berbagai sektor, antara lain BRIN, BPOM, Kementerian/Lembaga, Asosiasi dan Organisasi Profesi, Institusi Perguruan Tinggi, Dinas Kesehatan, Praktisi Ahli.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Dita Novianti pada pembukaan menyampaikan bahwa setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor: 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, maka sesuai dengan ketentuan, perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan peraturan pelaksanaan salah satunya peraturan pemerintah.
Dalam rangka penyusunan peraturan pelaksanaan tersebut, Pemerintah perlu melaksanakan konsultasi publik untuk mendapatkan pandangan dan masukan dari masyarakat serta pemangku kepentingan sebagai bagian dari meaningful participation.
“Silahkan menyampaikan masukan tertulis melalui media apa saja. Kami akan menerima masukan bapak/ibu untuk selanjutnya akan diakomodir dalam penyusunan RPP. Besar harapan kami, ketika RPP ini sudah selesai, maka RPP ini sudah mampu laksana,” tutur Dita.
Plt Direktur Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Eka Purnamasari melalui paparannya menyampaikan bahwa substansi penggolongan obat bahan alam adalah pembedaan kategori Obat Bahan Alam berdasarkan tingkat pembuktian ilmiah bertujuan untuk menjamin keamanan dan ketepatan penggunaan Obat Bahan Alam.
Lebih lanjut Eka menyampaikan obat bahan alam digolongkan menjadi empat yakni jamu, herbal terstandar, fitofarmaka dan obat bahan alam lainnya. Dalam hal terdapat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Menteri dapat menetapkan dan/atau melakukan perubahan penggolongan Obat Bahan Alam dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait, praktisi, dan akademisi.
“Obat Bahan Alam dapat digunakan secara mandiri oleh masyarakat yang dapat diperoleh dari fasilitas pelayanan kefarmasian atau fasilitas lain. Selain digunakan secara mandiri oleh masyarakat, Obat Bahan Alam juga dapat diberikan berdasarkan resep. Selain itu penyerahannya harus dalam satuan kemasan yang memuat informasi tentang Obat Bahan Alam dan wajib dicantumkan secara jelas tanda khusus Obat Bahan Alam sesuai dengan penggolongannya”, ungkap Eka.
Dalam rangka penggunaan Obat Bahan Alam, Menteri Kesehatan menetapkan Formularium sebagai acuan Obat Bahan Alam yang digunakan pada fasilitas pelayanan kesehatan dan terkait ilmu pengetahuan mengenai Obat Bahan Alam dapat dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan.
Kemenkes akan terus menghimpun masukan dan aspirasi dari masyarakat seluas-luasnya. Masyarakat umum dapat mengikuti kegiatan ini melalui youtube Kementerian Kesehatan RI dan dapat berpartisipasi aktif dengan memberikan masukan maupun usulan melalui laman website https://partisipasisehat.kemkes.go.id/ selama proses penyusunan RPP berlangsung. (R)