26 C
Medan
Jumat, November 22, 2024

KPK Gelar Audiensi Ikatan PPAT dan Ikatan Notaris Indonesia, Bahas Isu Pengguna Jasa Sektor Pertanahan

Berita HariIni

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Jakarta (buseronline.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar audiensi bersama Ikatan Notaris Indonesia (INI) dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) dalam membahas isu pengguna jasa pada sektor pertanahan di Gedung KPK Merah, Jalan Kuningan Persada, Jakarta.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menyebut dua isu terkait layanan sektor pertanahan yaitu akses pengguna layanan pertanahan secara langsung rendah dan waktu penyelesaiannya melebihi Service Level Agreement (SLA).

“Dari kajian KPK, ada dua isu yang mengemuka pada pengguna jasa pada sektor pertanahan. Pertama pengguna layanan pertanahan secara langsung rendah karena mayoritas lebih memilih menggunakan kuasa. Semakin banyak pengurusan pakai kuasa, artinya masyarakat semakin takut datang ke BPN sehingga datangnya ke notaris. Yang kedua, penyelesaian layanan pertanahan melebihi SLA dan terdapat perbedaan perlakuan pemberian layanan pertanahan kepada pengguna langsung yang melalui kuasa,” kata Pahala kepada 34 peserta audiensi.

Kegiatan yang digagas Direktorat Antikorupsi Badan Usaha (AKBU) KPK ini dihadiri Direktur AKBU KPK Aminudin, Ketua IPPAT Hapendi Harahap beserta jajarannya dan Ketua Bidang Organisasi INI Taufik beserta jajarannya.

Dalam paparannya, Aminudin menyampaikan tindak pidana korupsi suap masih menjadi yang paling banyak terjadi, yaitu 904 kasus berdasarkan data penanganan KPK 2004 sampai 2022. Sedangkan pelakunya paling banyak dari kalangan pebisnis atau kalangan swasta. Aminudin menyebut ada 3 jenis tindak pidana korupsi yang mungkin melibatkan PPAT dan notaris yaitu suap, gratifikasi dan pemerasan.

“Ini tiga jenis korupsi yang kemungkinan paling sering ditemukan bapak ibu sekalian saat melakukan tugas di lapangan. Suap terjadi saat ada kesepakatan antara pemberi dan penerima, keduanya bisa jadi tersangka atau dipidanakan. Gratifikasi biasanya posisi si pejabat atau ASN dalam kondisi pasif. Sedangkan pemerasan, ASN atau pejabat negara yang aktif memaksa bapak ibu untuk memberikan sesuatu dalam pengurusan,” ujarnya.

Ketua Bidang Organisasi INI Taufik menyoroti waktu layanan pertanahan yang belum transparan. Menurutnya saat ini waktu pengambilan berkas lebih lama dari sebelumnya.

“Dulu pengurusan tujuh hari saya sudah dihubungi kantor pertanahan untuk mengambil berkas yang telah selesai. Saat ini, waktu pengurusan tujuh hari saya lihat sudah selesai, tapi tidak bisa diambil. Diambilnya baru tiga bulan selanjutnya,” ungkapnya.

Taufik juga merespon pengurusan pertanahan secara online yang justru lebih rumit karena akses yang sulit dan lebih banyak berkas yang harus dipersiapkan.

Beberapa persoalan ikut dibahas dalam pertemuan ini, seperti roya (pencoretan pada buku tanah hak tanggungan karena hak tanggungan telah hapus) dimana secara hukum yang seharusnya bisa dilaporkan secara bersamaan atau sekaligus, namun saat ini pendaftaran dilakukan terputus.

Selanjutnya tentang validasi harga tanah yang ada di dinas pendapatan daerah setiap kabupaten tanpa didukung peraturan daerah. Padahal seharusnya peraturan daerah tersebut disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Sejumlah temuan dan masukan dari peserta audiensi menjadi catatan KPK untuk kemudian ditindaklanjuti dengan melibatkan lembaga terkait seperti ATRBPN, PPATK dan Kemendagri.

“Pertama KPK akan menyampaikan ke ATRBPN hal-hal yang tadi disampaikan dan jika memang dibutuhkan diskusi lebih dalam terkait pembuatan atau perubahan regulasi, KPK siap dilibatkan,” pungkas Pahala. (R)

Berita Lainnya

Berita Terbaru