Jakarta (buseronline.com) – Cita-cita luhur bangsa Indonesia untuk mencapai kedaulatan farmasi dan alat kesehatan dalam negeri kian dekat. Hal ini nampak dari implementasi transformasi ketahanan kesehatan yang perlahan namun pasti telah membuahkan hasil.
Keberhasilan tersebut, kata Menteri Kesehatan Budi G Sadikin setidaknya sudah nampak di beberapa aspek. Salah satunya, jumlah produsen dalam negeri yang mampu memproduksi vaksin sendiri mengalami peningkatan dari 1 menjadi 3 produsen.
“Kita punya satu perusahaan vaksin namanya Biofarma. Dalam tiga tahun terakhir, Indonesia sudah menambah jumlah perusahaan vaksin dari satu jadi tiga dan dua diantaranya adalah swasta,” kata Menkes ketika membuka pameran inovasi dan teknologi kesehatan dalam rangka Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke 59 di JCC Senayan, Jakarta, Kamis.
Beriringan dengan keberhasilan ini, Menkes menyebut bahwa teknologi untuk memproduksi vaksin juga semakin maju. Dikatakan, sekarang Indonesia telah mampu memproduksi 4 tipe vaksin yakni tipe virus, mRNA, protein rekombinan dan viral vektor.
“Teknologi pembuatan vaksin ada empat di dunia, yang kuno adalah pembuatan vaksin berbasis virus. Namun ada juga vaksin modern yang berbasis vektor maupun vaksin berbasis mRNA. Berkat penerapan teknologi vaksin, Indonesia yang tadinya hanya bisa memproduksi dua, kini seluruhnya bisa diproduksi di dalam negeri,” tutur Menkes.
Keberhasilan selanjutnya, sambung Menkes, impor bahan baku obat mulai terkikis. Sebab, sembilan dari 10 bahan baku obat kini sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Berapa bahan baku obat itu diantaranya ada Parasetamol, Clopidogrel, dan Atorvastatin.
Realisasi belanja farmasi dan alat kesehatan dalam negeri juga dilaporkan meningkat dalam beberapa waktu terakhir. Bahkan dalam kurun waktu 6 bulan, sejak Januari-Juni 2023, Kemenkes tercatat telah merealisasikan sekitar Rp9 triliun anggaran untuk belanja produk kesehatan dalam negeri.
“Belanja obat dan alkes dalam negeri juga meningkat. Di tahun 2020 sekitar Rp4,5 triliun anggaran belanja untuk bahan baku obat, sekarang Rp9 triliun sudah digunakan untuk belanja bahan obat dalam negeri,” ujar Menkes.
Menkes mengungkapkan bahwa deretan keberhasilan tersebut merupakan jalan panjang yang lahir dari serangan pandemi Covid-19 pada tahun 2020 lalu. Kala itu, seluruh dunia dipaksa bertahan menghadapi bencana kesehatan global dengan tanpa persiapan apapun.
Ketidaksiapan semua unsur menyebabkan kendala besar. Salah satunya terganggunya rantai pasok alat kesehatan maupun farmasi global, yang turut berdampak terhadap Indonesia.
Tingkat kebutuhan yang tinggi namun ketersediaan barang yang terbatas telah menyebabkan Indonesia kesulitan mendapatkan obat, vaksin maupun alat kesehatan. Hal ini menjadi kendala pemerintah dalam melakukan respons cepat penanganan Covid-19 kepada masyarakat.
“Saat pandemi, kita melihat bahwa daya tahan sistem kesehatan kita itu lemah khususnya di bidang obat-obatan dan vaksin, kondisinya saat pandemi terjadi semua negara lockdown, sehingga kita tidak memiliki akses ke obat-obatan dan vaksin yang sangat dibutuhkan untuk 270 juta masyarakat Indonesia,” kata Menkes.
Belajar dari keterpurukan tersebut, Indonesia bangkit dan pulih dengan melakukan transformasi sistem kesehatan yang fokus pada enam pilar. Tujuannya untuk memberikan akses kesehatan yang dekat, bermutu dan murah kepada masyarakat di seluruh Indonesia tanpa terkecuali.
Dengan capaian ini, Menkes menginginkan agar nantinya dapat menjadi satu pijakan bagi Indonesia melakukan lompatan-lompatan besar lainnya di sektor kesehatan menuju Indonesia sehat dan maju tahun 2045 mendatang. (R)