Semarang (buseronline.com) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah berupaya mencegah potensi terjadinya kekerasan di sekolah. Salah satu upayanya adalah dengan menyemarakkan program Gerakan Ayo Rukun.
Program yang diinisiasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah itu, akan diluncurkan Pj Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana, bertepatan dengan peringatan Hari Guru pada 25 November 2023 mendatang.
Nana mengatakan, selain kasus kekerasan anak dan perempuan, kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan termasuk yang menjadi perhatian.
Oleh karena itu, Gerakan Ayo Rukun diharapkan punya aksi nyata dan dampak yang jelas.
“Pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan ini harus serius. Jadi jangan hanya gerakan atau slogan, harus ada aksi nyata,” kata Nana, saat menerima laporan dinas dari Kepala Disdikbud Jawa Tengah di kantornya, Jumat.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah Uswatun Hasanah menyatakan, Gerakan Ayo Rukun adalah bentuk implementasi dari Permendikbudristek Nomor 46 tahun 2023, tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.
Ia mengatakan Ayo Rukun merupakan akronim dari Aksi Gotong Royong Berantas untuk Kekerasan dan Perundungan. Gerakan tersebut untuk sementara diterapkan di 19 sekolah. Mereka sudah mendeklarasikan dan berkomitmen melakukan pencegahan serta penanganan kekerasan di sekolah.
“Gerakan ini melibatkan unsur masyarakat, kepala sekolah, guru, tata upaya, dan juga murid sebagai agen perubahan,” jelasnya.
Menurutnya, gerakan tersebut merupakan aksi konkret Pemprov Jawa Tengah, sebagai langkah preventif mengatasi kekerasan di sekolah atau satuan pendidikan.
Sebab, kasus kekerasan perempuan dan anak di Jawa Tengah masih tinggi. Sementara, kasus kekerasan di sekolah juga masih terjadi.
Berdasarkan data DP3AK2KB Jawa Tengah per Juli 2023, imbuh Uswatun, ada 23 siswa di satuan pendidikan yang menjadi korban kekerasan.
“Harapannya di dalam Ayo Rukun ini adalah, strategi agar di sekolah itu tercipta suasana yang menyenangkan, suasana belajar yang menyenangkan, sehingga tidak ada diskriminasi di dalamnya,” ujarnya.
Menurut Uswatun, berdasarkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023, ada enam jenis kekerasan yang sering tejadi di satuan pendidikan.
Antara lain kekerasan fisik, kekerasan psikis, perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi dan intoleransi, serta kebijakan yang mengandung unsur kekerasan. (R)