Jakarta (buseronline.com) – Mengejutkan, survey National Center for Educational Statistics mengungkap hanya 40% mahasiswa yang tertarik untuk bekerja sebelum lulus bangku kuliah.
Padahal kerja sambil kuliah, dianggap dapat meningkatkan keterampilan praktis, sosial, dan prospek karir yang lebih moncer (Curtin & Lucas, 2011).
Keengganan kuliah sembari bekerja karena dianggap mengganggu waktu tempuh studi dan produktivitas mahasiswa.
Namun hal itu ditampik Putri Cholillah Azza, lulusan Program Studi Komunikasi Universitas Pertamina (UPER) angkatan 2019. Azza berhasil menyelesaikan perkuliahannya tepat di tahun keempat dengan IPK 3.72.
Hebatnya, prestasi disebut dilakukan di saat Azza juga menjalani pekerjaan paruh waktu sejak tahun 2020 di industri makanan dan kecantikan di Malaysia.
Azza memulai pekerjaan sambilan pada saat Covid melanda di tahun 2020 sebagai social media specialist di industri makanan.
Pada tahun 2022, Azza berkesempatan mengisi posisi digital marketing di dua perusahaan berbeda dalam satu waktu, yaitu Naan Corner dan AISEL, dari Malaysia.
“Ketertarikan untuk bekerja paruh waktu muncul ketika salah satu dosen saya menghimbau mahasiswa untuk dapat mengasah keterampilan praktis dengan mengikuti berbagai kegiatan, salah satunya menjadi freelancer. Pekerjaan sambilan juga membuat portofolio saya terlihat jauh lebih menarik dan dilirik oleh HRD. Hal ini terbukti pada saat saya lulus, saya langsung dikontak untuk menjadi pegawai tetap oleh perusahaan tempat saya bekerja lepas,” kata Azza, Kamis (23/11/2023).
Lulusan Komunikasi UPER yang saat ini bekerja di negeri Jiran tersebut membagikan sejumlah kiat untuk mengatur waktu kuliah sembari kerja secara efektif:
1. Manajemen Waktu
Selain menjadi pekerja lepas, status dirinya sebagai mahasiswa yang tengah menjalani perkuliahan dan mengikuti kegiatan pertukaran pelajar yang dilaksanakan oleh UPER dan Multimedia University, Malaysia, serta keterlibatan dirinya di Himpunan Mahasiswa Komunikasi UPER, sontak menjadikan Azza memiliki agenda yang padat dan harus memiliki jadwal terencana. Hal ini dilakukan agar kewajiban yang diemban dapat diselesaikan tepat waktu.
“Ketika saya memutuskan untuk menjadi pekerja lepas saat berkuliah, saya dihadapkan untuk mengelola waktu secara efektif dan efisien. Untuk mengatasi hal tersebut, saya menyusun project planner yang berisikan agenda akademik maupun non-akademik dan target pekerjaan sampingan.
Sebagai contoh, terdapat 7 hari dalam sepekan dan saya sudah menyusun hari dimana saya akan berkuliah, mengerjakan tugas, dan belajar, membuat kalender konten media sosial, hingga kegiatan non-akademik,” pungkas Azza.
Azza menambahkan bahwa manajemen waktu dan penentuan skala prioritas menjadi salah satu kunci penting untuk memastikan bahwa aktifitas yang terlaksana sudah sesuai yang direncanakan.
2. Kemampuan Mengelola Stress
Tidak dapat dipungkiri bahwa mahasiswa berkuliah sambil bekerja cenderung akan mengalami kelelahan baik secara fisik maupun psikologis yang berpengaruh pada aktivitas sehari-hari. Azza tak menampik bahwa kesibukan sebagai mahasiswa dan pekerja lepas menjadikan dirinya rentan mengalami stres. Sehingga ia perlu memperhatikan waktu beristirahat.
“Dihadapkan sebagai mahasiswa dan pekerja yang menuntut kreativitas tinggi, tentunya menguras energi dan pikiran. Sehingga aktivitas Me Time seperti mendengarkan lagu BTS, menonton film, hingga berkumpul bersama teman-teman, menjadi momen bagi saya untuk beristirahat, lebih rileks, dan menikmati apa yang saya jalani,” imbuh Azza.
3. Memilih Pekerjaan Remote
Agar dapat lulus tepat waktu dan memperkaya pengalaman, Azza juga menambahkan bahwa ketika menyelami pekerja paruh waktu, pilihlah jenis pekerjaan dan ruang lingkup yang fleksibel yang bisa dikerjakan jarak jauh.
“Saya mencari informasi di berbagai situs pencari kerja yang memungkinkan saya untuk bisa bekerja secara online. Dengan begitu, saya dapat mengatur waktu untuk menyelesaikan perkuliahan sekaligus mendapatkan pengalaman dan penghasilan tambahan,” tutup Azza. (J1)