Medan (buseronline.com) – Perkara dua tersangka pencuri brondolan buah sawit untuk kebutuhan sehari-hari, dihentikan Kejati Sumut penuntutan perkaranya dengan menerapkan pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ), Selasa (5/12/2023).
Kedua tersangka yaitu inisial tersangka Mo, Dusun Sidomulyo Desa Suka Rakyat dan An, warga Dusun VIII Pulopisang, Desa Timbang Lawan, juga sama-sama Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat.
Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan dalam siaran persnya menyampaikan, penghentian penuntutan kedua perkara tersebut dilakukan setelah Kajati Sumut diwakili Wakajati Muhammad Syarifuddin, didampingi Aspidum, Kajari Langkat dan para Kasi terkait menggelar ekspos perkaranya kepada JAM Pidum Dr Fadil Zumhana dari Ruang Vicon Lantai 2, Kantor Kejati Sumut, Jalan AH Nasution Medan.
Sedangkan JAM Pidum Kejagung dalam gelar perkara lewat vicon itu diwakili Direktur Tindak Pidana Terhadap Keamanan Negara dan Ketertiban Umum dan Tindak Pidana Umum Lainnya pada JAM Pidum Kejagung RI, Agus Sahat Sampe Tua Lumban Gaol SH MH.
Kasusnya berawal, ketika tersangka Mo yang sedang mengalami kesulitan keuangan untuk memenuhi kebutuhan ekonominya sehari-hari berniat untuk mengutip brondolan buah sawit milik PT PP Lonsum Bungara Estate di Desa Perkebunan Bungara, Kecamatan Bahorok.
Seusai mengutip brondolan buah sawit seberat 10 Kg tersebut tersangka kepergok tim sekuriti perusahaan perkebunan. Tersangka Miswanto dijerat Pasal 111 UU No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Atau Pasal
107 Huruf d UU Perkebunan. Atau Pasal 362 KUHPidana.
Begitu juga tersangka kedua, An dijerat dengan sangkaan serupa karena mengutip brondolan buah sawit seberat 80 kg dari areal kebun milik PT LNK Bukit Lawang.
“Secara berjenjang JPU melaporkan perkara humanis tersebut kepada pimpinannya. Didampingi penyidik, tokoh masyarakat dan perangkat desa dilakukan mediasi. Pihak perusahaan perkebunan pun membuka pintu maaf dan tersangka menyesali dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya,” urai mantan Kasi Pidsus Kejari Deliserdang tersebut.
Penghentian penuntutan perkara humanis dengan pendekatan dengan
pendekatan keadilan restoratif berpedoman pada Perja Nomor: 15 Tahun 2020, dengan syarat antara lain, bahwa antara tersangka dan korban telah membuka ruang yang sah untuk mengembalikan keadaan kepada keadaan
semula, tidak ada lagi dendam di kemudian hari dan tersangka berjanji
tidak akan mengulangi perbuatannya,” kata Yos. (R)