Jakarta (buseronline.com) – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melalui Pusat Data dan Teknologi Informasi dan Digital Transformation Office (Pusdatin-DTO) mengumumkan hasil ujicoba terhadap 14 penyelenggara Inovasi Digital Kesehatan (IDK) yang mengikuti Program Regulatory Sandbox Klaster Telekesehatan Batch 1.
“Setelah melewati serangkaian pengujian, hari ini kami mengumumkan secara resmi hasil uji coba terhadap 14 penyelenggara IDK pada program Regulatory Sandbox Batch 1,” kata Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan sekaligus Chief DTO Kemenkes RI, Setiaji dalam gelaran konferensi pers.
Setiaji mengatakan, seluruh penyelenggara IDK telah melewati semua tahapan mulai dari Proses Pendalaman Model Bisnis, Uji Skenario hingga Live Testing. Hasilnya mereka akan berikan rekomendasi yang terbagi dalam tiga jenis, yaitu ‘Direkomendasikan’, ‘Direkomendasikan Bersyarat’, dan ‘Perbaikan’.
Dari total 14 penyelenggara IDK, 6 diantaranya ‘Direkomendasikan Bersyarat’ dan secara otomatis mendapatkan status ‘Dibina’. Namun, 6 penyelenggara IDK tersebut perlu melakukan sejumlah penyesuaian pada aspek layanan dan tata kelola maksimal 3 bulan sejak pengumuman. Adapun keenam penyelenggara IDK tersebut terdiri dari Good Doctor, Halodoc, Alodokter, Sirka, Sehati TeleCTG, dan Naluri.
Sementara itu, 8 penyelenggara IDK lainnya seperti Getwell, Riliv, Lifepack, Medic+, MyCLNQ, Cexup, Klinik Simas Sehat, dan FitHappy memperoleh catatan ‘Perbaikan’ dan diberikan waktu maksimal 6 bulan untuk melakukan penyesuaian dan setelahnya akan direviu kembali untuk menentukan status rekomendasi.
“Setelah melakukan penyesuaian dan perbaikan selama kurun waktu tersebut, status dari 8 penyelenggara IDK akan berubah menjadi ‘Dibina’ dan mendapatkan pembinaan secara langsung dari Kemenkes RI selama satu tahun,” ucapnya.
Setiaji menyampaikan bahwa penyelenggara IDK yang mendapatkan status ‘Dibina’ berhak menggunakan logo ‘Dibina oleh Kementerian Kesehatan RI’ pada produk inovasi yang dikembangkan maupun di media promosi.
“Diharapkan hal tersebut dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat akan keandalan dan kualitas produk inovasi kesehatan yang ditawarkan,” katanya.
Dengan hasil ini, selanjutnya Pusdatin-DTO bersama Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kemenkes RI akan menyusun draf rekomendasi regulasi yang mengatur secara rinci terkait berjalannya praktik industri telekesehatan di Indonesia.
“Serangkaian draf rekomendasi regulasi tersebut telah dirancang dan diharapkan segera rampung, untuk selanjutnya disampaikan pada awal tahun 2024 mendatang. Diharapkan hal tersebut dapat mengisi kekosongan aturan terhadap praktik dan keberlangsungan telekesehatan di dalam negeri,” kata Setiaji.
Sementara itu, Regulatory Reform and Health Attache dari Kedutaan Besar Inggris Jakarta, Zoe Dayan menilai bahwa dengan berjalannya Regulatory Sandbox ini dapat membuka kesempatan bagi industri dan pemerintah untuk saling bertemu dan duduk bersama.
“Industri butuh ruang bicara dengan pemerintah tentang keberlangsungan bisnisnya. Begitu pun sebaliknya, pemerintah juga perlu memahami industri lebih dalam untuk melahirkan kebijakan yang dapat mendorong perkembangan inovasi digital sekaligus melindungi serta memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama dalam memberikan kemudahan akses layanan kesehatan,” ungkapnya.
Zoe mengucapkan rasa terima kasihnya atas kesempatan yang diberikan oleh Kemenkes RI yang telah menjadikan Pemerintah Inggris sebagai development partner dalam mendukung kesuksesan berjalannya program Regulatory Sandbox pada sektor kesehatan di Indonesia.
“Banyak pelajaran yang dapat kita ambil dan pelajari bersama dari berbagai tantangan dan kesuksesan berjalannya program Regulatory Sandbox pada sektor kesehatan di Inggris dan Indonesia demi menghadirkan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk masyarakat,” terangnya.
Setelah melihat keberhasilan pada batch 1, direncanakan program Regulatory Sandbox akan dilanjutkan pada tahun 2024 dengan klaster yang jauh lebih banyak.
“Untuk mengakomodir lebih banyak jenis inovasi digital kesehatan yang ada di Indonesia, tahun depan Regulatory Sandbox rencananya akan dibuka secara bertahap, baik untuk teleksehatan batch berikutnya maupun 16 klaster kesehatan prioritas lainnya,” jelasnya.
Selain Regulatory Sandbox, dalam rangka mendorong pengembangan inovasi dan industri kesehatan dalam negeri, metode sandbox ini juga akan dikembangkan dan diterapkan pada dua jenis program lainnya di tahun depan.
“Yaitu Industrial Lab untuk perluasan pemanfaatan inovasi digital kesehatan, serta Innovation Lab untuk pengembangan inovasi digital kesehatan di Indonesia,” tutup Setiaji. (R)