Jakarta (buseronline.com) – Sebagai bentuk kepedulian terhadap anak dan peserta didik down syndrome serta memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait konsep pembinaan dan pendidikan bagi anak dan peserta didik down syndrome, Kemendikbudristek RI melalui Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus (Dit PMPK), Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Ditjen PAUD Dikdasmen), mengadakan Puncak Peringatan Hari Down Syndrome (HDS) Sedunia.
“Melalui peringatan Hari Down Syndrome sedunia ini kami ingin memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait konsep pembinaan dan pendidikan bagi anak dan peserta didik Down Syndrome. Masyarakat harus terus diberitahu, bahwa penanganan tepat sejak dini, sangat diperlukan, sehingga anak-anak Down Syndrome mampu hidup menjalani aktivitas dengan mandiri dan penuh dengan kebahagiaan,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen), Iwan Syahril dalam sambutan peringatan HDS Sedunia di Jakarta.
Selain itu, lanjut Dirjen PAUD Dikdasmen, peringatan ini diharapkan memotivasi dan memberikan dukungan psikologis bagi orang tua anak Down Syndrome sangat penting. Salah satunya, dengan memberikan ruang bagi anak-anak Down Syndrome untuk mendapatkan hak pendidikan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan kemampuan mereka secara optimal, agar dapat berkontribusi di masyarakat.
Dengan mengangkat tema “Kita Istimewa”, pihaknya berharap dukungan terhadap anak-anak dengan disabilitas Down Syndrome akan dapat membuat mereka merasa lebih percaya diri dan berdaya, tidak merasa terbatas, dan dapat memberikan semangat untuk terus belajar menggali potensi lebih dalam.
Dalam kesempatan yang sama, Plt Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus, Aswin Widiyanto, mengatakan bahwa tujuan kegiatan peringatan ini yaitu memberikan pemahaman kepada pemangku kepentingan dan masyarakat untuk memberikan dukungan kepada anak-anak down syndrome.
“Kita ingin anak anak down syndrome agar memiliki kesempatan dalam memperoleh pendidikan sehingga dapat berkontribusi dalam kehidupan di masyarakat,” ujar Aswin.
Down syndrome alias sindrom down adalah salah satu kelainan genetik yang paling umum terjadi. Sekitar 1 dari 800 bayi baru lahir diperkirakan mengalami kondisi ini. Dengan perawatan dan penanganan yang tepat, penyandang down syndrome mampu menjalani berbagai rutinitas harian secara mandiri, dengan kondisi sehat dan bahkan mampu berprestasi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahun ada 3.000-5.000 bayi terlahir dengan kondisi down syndrome dengan perkiraan 1 kejadian down syndrome per 1.000-1.100 kelahiran di seluruh dunia. WHO juga memperkirakan secara global saat ini terdapat kurang lebih 8 juta penderita down syndrome.
Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010-2018, kejadian down syndrome memiliki kecenderungan meningkat. Pada 2018, tercatat kelainan sejak lahir untuk anak berusia 24-59 bulan sebanyak 0,41% dan down syndrome dialami oleh 0,21% kelompok usia tersebut.
Down syndrome terjadi ketika bayi dalam kandungan yang memiliki kelebihan kromosom. Normalnya, manusia memiliki 46 kromosom di setiap selnya, 23 diwarisi dari ibu dan 23 lainnya diwarisi dari ayah.
Down syndrome adalah kondisi genetik yang terjadi ketika seseorang memiliki tambahan salinan kromosom 21. Bila biasanya manusia terdapat 46 kromosom, pada individu dengan down syndrome terdapat 47 kromosom. Hal ini mengakibatkan perubahan atau abnormalitas yang memengaruhi perubahan fisik, perilaku maupun intelektual. Down syndrome merupakan kondisi seumur hidup. Anak-anak yang dilahirkan dengan down syndrome juga sering mengalami masalah pendengaran dan penglihatan.
Dikatakan, pertumbuhan yang terlambat dan masalah perilaku sering dilaporkan pada anak-anak dengan down syndrome. Masalah perilaku ini dapat mencakup kesulitan memusatkan perhatian, perilaku obsesif/kompulsif, keras kepala, atau emosional. (R)