Jakarta (buseronline.com) – Kemenkes RI akan menindak tiga tenaga kesehatan yang diduga menjadi calo untuk tenaga medis (named) dan tenaga kesehatan (nakes) untuk mendapatkan Satuan Kredit Profesi (SKP) yang dibutuhkan untuk memperpanjang Surat Izin Praktik (SIP) setiap lima tahun.
Pendeteksian dan penindakan terhadap praktek percaloan saat ini semakin mudah seiring dengan pembenahan sistem pembelajaran berkelanjutan SKP berbasis online, dibanding sistem sebelum terbitnya Undang-Undang Kesehatan Nomor: 17/2023 yang diduga marak praktek percaloan karena berbasis manual dan tidak terintegrasi.
Tiga oknum yang akan ditindak berasal dari Jakarta, Semarang dan Surabaya.
Sistem berhasil melacak praktek anomali di tiga kota tersebut dimana mereka menyamar seolah-olah menjadi named/nakes yang sedang mengikuti pembelajaran berkala secara online, dan berhasil mendapatkan SKP dari pembelajaran tersebut. Para calo ini menawarkan jasa mereka melalui sosial media dan WA group dengan bayaran tertentu.
Sistem pembelajaran berkala untuk mendapatkan SKP sangat penting untuk menjaga kualitas tenaga kesehatan dalam melayani masyarakat.
SKP dapat diperoleh antara lain melalui proses pembelajaran berkelanjutan atau seminar atau workshop yang diselenggarakan oleh lembaga penyelenggara pendidikan, rumah sakit, dinas kesehatan, dan organisasi profesi yang telah terakreditasi oleh Kemenkes melalui Plataran Sehat di laman laman https://lms.kemkes.go.id/.
Kemenkes akan segera menerbitkan peraturan pengawasan terkait SKP dengan menyiapkan sanksi yang berat.
“Named dan nakes yang terbukti menjadi calo SKP akan dicabut sementara STR dan SIP selama 12 bulan. Jika terbukti berulang dua kali, STR dan SIP akan dicabut seumur hidup,” tegas Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
“Sementara itu, named dan nakes yang terbukti memakai jasa calo SKP akan dicabut sementara STR dan SIP selama enam bulan. Jika terbukti berulang dua kali, STR dan SIP akan dicabut seumur hidup,” lanjutnya.
Selain melalui regulasi, pencegahan praktek percaloan juga akan dilakukan melalui sistem, yaitu menambahkan proses verifikasi pengenal wajah atau face recognition pada sistem Pelataran Sehat (portal untuk kegiatan pembelajaran berkelanjutan) yang akan siap di September 2024.
Paralel menunggu infrastruktur face-recognition diterapkan, tim Kemenkes akan memantau anomali-anomali dalam pembelajaran online.
“Keamanan pasien adalah yang utama. Sangat disayangkan ada oknum-oknum named dan nakes yang menggunakan jasa calo untuk seolah-olah meningkatkan kompetensi mereka secara berkala. Yang dirugikan nanti masyarakat karena dilayani oleh named/nakes yang tidak kompeten,” kata juru bicara Kemenkes dr Mohammad Syahril SpP MPH. (R)