Jakarta (buseronline.com) – Sebuah video menyampaikan informasi keliru tentang bahaya imunisasi bagi anak-anak beredar di media sosial baru-baru ini. Narasi dalam video tersebut menyebutkan, imunisasi dapat merusak sel dan DNA, sehingga menyebabkan penyakit autoimun, meningitis, dan penyakit lainnya.
Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan RI dr Prima Yosephine MKM menegaskan, narasi dalam video tersebut sangat keliru dan menyesatkan. Ia mengimbau masyarakat untuk mencari informasi yang valid dari sumber terpercaya, seperti situs resmi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), atau Centers for Disease Control and Prevention (CDC).
“Narasi ini sangatlah salah. Imunisasi tidak dapat merusak sel dan DNA. Kami menyarankan masyarakat untuk mencari informasi yang benar dari website Kemenkes, WHO, CDC,” tegas Prima di Jakarta, seperti dilansir dari Sehat Negeriku.
Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) Prof Dr dr Hindra Irawan Satari SpA(K) MTrop Paed menambahkan, narasi tentang kerusakan sel dan DNA akibat imunisasi sudah lama beredar. Hingga saat ini, tidak ada bukti ilmiah yang mengaitkan imunisasi dengan kerusakan sel dan DNA, penyakit autoimun, maupun meningitis.
“Isu ini sudah ada sejak tahun 2002, dan sampai saat ini belum ada bukti yang mengaitkan kerusakan DNA, autoimun dan meningitis dengan vaksinasi yang diberikan,” tambah Prof Hindra.
Faktanya, imunisasi adalah upaya pemberian vaksin untuk melindungi seseorang dari penyakit tertentu dan meningkatkan kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit menular pada masa mendatang. Imunisasi tidak hanya melindungi individu dari serangan penyakit serius, tetapi juga melindungi masyarakat dengan membantu membangun kekebalan komunitas dan meminimalkan penyebaran penyakit.
Kemenkes RI telah menekankan bahwa imunisasi tepat waktu pada masa anak-anak sangat penting. Hal ini karena imunisasi membantu memberikan kekebalan sebelum anak-anak terpapar penyakit yang berpotensi mengancam jiwa. Selain itu, vaksin yang diberikan telah teruji aman dan efektif untuk anak-anak pada usia yang direkomendasikan.
Efek samping imunisasi yang umum terjadi adalah nyeri, demam, atau sakit kepala. Efek samping ini dikenal sebagai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Akan tetapi perlu diingat bahwa KIPI tidak selalu terjadi dan manfaat imunisasi jauh lebih besar dibandingkan risiko efek sampingnya.
Imunisasi juga membantu mengurangi kecemasan orang tua terhadap penyakit berbahaya dan menular pada anak-anak. Dengan imunisasi, orang tua dapat merasa lebih yakin bahwa anak-anak mereka akan tumbuh kembang dengan sehat dan aman. Beberapa penyakit yang dapat dicegah melalui imunisasi antara lain hepatitis B, tuberkulosis (TB), tetanus, difteri, pertusis, polio, meningitis, pneumonia, campak, dan rubella.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), imunisasi adalah upaya untuk mengurangi risiko tertular penyakit dengan memanfaatkan sistem kekebalan tubuh alami untuk membangun perlindungan. Saat seseorang menerima vaksin, sistem kekebalan tubuh akan merespons dan membentuk kekebalan terhadap penyakit.
Sebuah penelitian yang berjudul “Contribution of vaccination to improved survival and health: modelling 50 years of the Expanded Programme on Immunization” yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet pada 2 Mei 2024 mengungkapkan bahwa upaya imunisasi global telah menyelamatkan sekitar 154 juta nyawa. Angka itu setara dengan 6 nyawa setiap menit setiap tahunnya selama 50 tahun terakhir.
Sebagian besar nyawa yang terselamatkan, yaitu 101 juta, adalah nyawa bayi. Penelitian yang dipimpin oleh WHO ini menunjukkan bahwa imunisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan terpenting untuk memastikan anak-anak dapat menjalani hidup sehat hingga dewasa.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa vaksinasi campak memiliki dampak paling signifikan dalam mengurangi angka kematian bayi. Vaksin ini telah menyelamatkan 60% nyawa bayi dan kemungkinan besar akan tetap menjadi kontributor utama dalam mencegah kematian di masa depan.
Selama 50 tahun terakhir, pemberian vaksin terhadap 14 penyakit telah dilakukan, yaitu difteri, haemophilus influenzae tipe B, hepatitis B, ensefalitis Jepang, campak, meningitis A, pertusis, penyakit pneumokokus invasif, polio, rotavirus, rubella, tetanus, tuberkulosis, dan demam kuning. Upaya ini berkontribusi langsung terhadap penurunan kematian bayi sebesar 40% secara global, dan lebih dari 50% di Afrika.
Program imunisasi telah menjadi landasan layanan kesehatan primer di masyarakat dan negara karena jangkauan dan cakupannya yang luas. Program imunisasi tidak hanya memberikan kesempatan untuk vaksinasi, tetapi juga memungkinkan tersedianya layanan penyelamatan jiwa lainnya, termasuk dukungan nutrisi, pencegahan tetanus pada ibu, pemeriksaan penyakit, dan perlindungan terhadap keluarga dari penyakit seperti malaria. (R)