Banda Aceh (buseronline.com) – Kalangan dunia usaha dan perguruan tinggi di Aceh sepakat untuk membantu menyelesaikan persoalan pengangguran dengan meningkatkan semangat kewirausahaan di kalangan mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya melalui program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Mandiri.
Kesepakatan itu tertuang dalam Nota Harapan Bersama (mutual expectation agreement) yang ditandatangani di Aceh pada akhir acara Multi-Stakeholders Dialogue (MSD) oleh para stakeholders pendidikan tinggi. Kegiatan diselenggarakan oleh LLDikti Wilayah XIII bekerja sama dengan Kampus Merdeka Mandiri (KMM)-Pelaksana Pusat Kampus Merdeka (PPKM).
Acara yang diselenggarakan di aula Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah XIII itu diikuti oleh 10 perwakilan dunia usaha dan organisasi serta 17 perwakilan dari 12 perguruan tinggi di Provinsi Aceh.
“Kami menyelenggarakan MSD untuk mempertemukan perguruan tinggi dengan para pihak yang berpotensi untuk bisa menjadi mitra bagi perguruan tinggi untuk dapat menjalankan MBKM secara mandiri,” kata Manajer KMM Niki Prastomo, seperti dilansir dari Kemendikbudristek RI.
MBKM adalah inovasi kebijakan Kemendikbudristek yang bertujuan untuk mempersiapkan lulusan yang lebih relevan dengan konteks dan zamannya. Untuk tujuan itu, mahasiswa diberi hak untuk belajar di luar program studinya, maksimal selama tiga semester dan maksimal 60 SKS. Dalam hal ini, perguruan tinggi dituntut untuk memfasilitasi hak mahasiswa tersebut.
Dalam dua tahun terakhir, 17 LLDikti di seluruh Indonesia sedang giat mendorong perguruan tinggi untuk dapat menjalankan MBKM secara mandiri. LLDikti banyak melakukan sosialisasi, memberikan bimbingan teknis, sampai dengan menyelenggarakan MSD.
MSD diselenggarakan untuk mempertemukan para pihak, yakni perguruan tinggi, pemerintah, sektor bisnis, dan organisasi kemasyarakatan, agar mereka duduk bersama mendiskusikan rencana kerja sama untuk menyelesaikan berbagai persoalan di lingkungan mereka. Luaran dari MSD adalah rencana kegiatan MBKM yang akan dijalankan bersama, agar menghasilkan dampak yang terukur dan berkelanjutan.
Kepala Bagian Umum LLDikti Wilayah XIII, Syafi’i mengatakan bahwa MSD diperlukan agar perguruan tinggi dan masyarakat bisa berdiskusi tentang apa yang bisa dilakukan bersama dalam kegiatan MBKM. “Kami berharap, diskusi ini dapat menghasilkan bukan hanya gagasan tetapi melahirkan kegiatan, yang bermanfaat bukan hanya bagi mahasiswa, melainkan dan terutama bagi masyarakat Aceh,” kata Syafi’i.
Para mitra yang hadir dalam MSD di Aceh antara lain PT Sinar Kopi Nusantara, PT Getlatela Jayati Group, PT Progresif Group Indonesia, Wira Usaha Bank Indonesia (WUBI), BPJS Ketenagakerjaan, BKKBN Provinsi Aceh, PT Pos Indonesia, PT Pembangunan Aceh, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong Aceh, dan PT Pema.
Sementara itu hadir 22 perwakilan dari 12 perguruan tinggi seperti Akademi Kesehatan Kesdam Iskandar Muda Banda Aceh, Politeknik Indonesia Venezuela, Politeknik Kutaraja, STIE Sabang, Universitas Abulyatama, Universitas Almuslim, Universitas Bina Bangsa Getsempena, Universitas Gajah Putih, Universitas Jabal Ghafur, Universitas Muhammadiyah Aceh, Universitas Serambi Mekkah.
Dalam MSD tersebut juga terungkap keprihatinan bersama terkait dengan jumlah pengangguran yang cukup tinggi di Aceh. “Angka pengangguran di Aceh mencapai 8%, karena itu kami berencana membantu menyelesaikan persoalan ini, antara lain dengan program kewirausahaan,” kata salah satu dosen.
Mengomentari presentasi kelompok tersebut, Niki mengatakan, jika dijalankan dengan baik, program MBKM kewirausahaan bisa berdampak lebih besar lagi. Di satu sisi, kata Niki, mahasiswa sendiri berpeluang untuk belajar menjadi wirausahawan.
“Tapi dampak yang lebih langsung adalah jika mahasiswa melaksanakan MBKM dengan membantu UMKM mengakselerasi usaha mereka. Usaha-usaha mereka berpotensi untuk menjadi besar, dan kemudian bisa segera merekrut tenaga-tenaga baru,” kata Niki.
Niki menjelaskan bahwa MBKM diperlukan salah satunya karena perguruan tinggi dituntut untuk semakin relevan dengan kebutuhan zaman. Tuntutan ini kian kuat karena dunia terus mengalami perubahan, dan perubahan itu berjalan semakin cepat.
Menurut Niki, dalam era perubahan yang semakin cepat dan dengan tantangan yang semakin besar, dunia dan masyarakat tidak hanya membutuhkan lulusan perguruan tinggi yang pintar, tetapi juga mampu beradaptasi dengan tantangan zaman.
“Karena itu tidak cukup bagi perguruan tinggi untuk mengajarkan berenang saja, apalagi mengajarkan berenang di kolam renang. Perguruan tinggi perlu mengajarkan berenang di lautan, karena itulah realitas yang akan dihadapi oleh mahasiswa setelah lulus,” kata Niki.
Di lain pihak, selama ini ditengarai masyarakat, termasuk dunia usaha dan dunia industri, menyerahkan proses pendidikan sepenuhnya pada dunia pendidikan. Mereka hanya menunggu sambil berharap mendapatkan lulusan yang siap berkarya.
“Kita perlu mengubah paradigma ini. Masyarakat, melalui organisasi, lembaga, dunia bisnis, perlu melibatkan diri dalam proses belajar mahasiswa, dengan menempatkan diri sebagai mitra perguruan tinggi,” tutup Niki. (R)