Jakarta (buseronline.com) – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) RI Suahasil Nazara menjadi keynote speaker dalam The 16th ASEAN and Asia Forum (AAF) di Singapura.
Acara ini juga dihadiri tokoh-tokoh terkemuka ASEAN seperti Chee Hong Tat (Menteri Transportasi dan Menteri Keuangan II Singapura), Dato’ Onn Hafiz bin Ghazi (Menteri Besar Johor, Malaysia), Jin Liqun (Presiden Asian Infrastructure Investment Bank), dan Mr Abhisit Vejjajiva (mantan Perdana Menteri Thailand).
Wamenkeu Suahasil Nazara berbicara mengenai peran Indonesia dalam memperkuat integrasi dan konektivitas di ASEAN dan Asia, dengan menyoroti dua sektor utama yang mampu mendorong hal tersebut yaitu hilirisasi dan ekonomi hijau.
“Saat ini kita berada dalam kondisi dunia yang penuh dinamika. Pasca pandemi Covid-19 dan konflik Rusia-Ukraina, lanskap geopolitik berubah. Tidak hanya itu, disrupsi rantai pasok juga terjadi dan membuat banyak negara memikirkan strategi untuk mengurangi ketergantungan pada pemasok luar negeri dan berupaya untuk menguatkan industri masing-masing,” ungkap Wamenkeu.
Suahasil menjelaskan bahwa istilah-istilah seperti reshoring, nearshoring, friendshoring, dan offshoring menjadi perbincangan hangat. Setiap negara dengan seksama memikirkan strategi yang tepat untuk menangani disrupsi rantai pasok dan mengamankan kepentingan domestik mereka.
Indonesia pun terus memikirkan cara untuk mengatasi disrupsi rantai pasok ini, salah satunya dengan mendorong terciptanya nilai tambah bagi industri nasional sebagai landasan percepatan transformasi ekonomi di masa depan.
“Hilirisasi menjadi salah satu gebrakan kebijakan Indonesia. Hilirisasi jangan diartikan sebagai pelarangan ekspor sumber daya mineral. Namun, kebijakan ini diperuntukkan untuk menciptakan nilai tambah di sektor pertambangan mineral dan logam,” jelas Wamenkeu.
Terkait posisi Indonesia dalam konstelasi global, terutama dari perspektif geopolitik dan sumber daya mineral, Suahasil menegaskan bahwa Indonesia terbuka untuk investor hilirisasi guna menciptakan industri berbasis sumber daya alam mineral.
Sebagai negara dengan kekayaan alam berlimpah, Indonesia meyakini sumber daya mineral memiliki peran penting di masa depan. Selain hilirisasi, ekonomi hijau juga menjadi sektor yang dapat memperkuat integrasi dan konektivitas ASEAN.
“Indonesia sendiri sudah menunjukkan komitmen yang kuat dalam ekonomi hijau. Ini dapat dilihat dari kebijakan transisi energi dan aksi nyata Indonesia seperti Energy Transition Mechanism, Just Energy Transition Partnership, dan keikutsertaan pada COP. Meski memiliki sumber daya alam batubara yang melimpah, Indonesia tetap membuka peluang investasi dalam early retirement PLTU berbasis batubara menuju akselerasi penggunaan energi terbarukan. Keseluruhan ini dilakukan untuk memenuhi dua janji Indonesia kepada dunia yakni mencapai target NDC pada tahun 2030 dan Net Zero Emission di tahun 2060 atau lebih cepat,” pungkas Wamenkeu.
Dengan komitmen kuat terhadap hilirisasi dan ekonomi hijau, Indonesia berharap dapat memainkan peran kunci dalam memperkuat integrasi dan konektivitas di kawasan ASEAN dan Asia. (R)