Canberra (buseronline.com) – Kantor Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Canberra menyelenggarakan seminar daring Strategic Talk #4 bertema “Food Waste and Food Sustainability: Lessons from Australia and Indonesia”.
Webinar ini mempertemukan ilmuwan terkemuka dari Australia dan Indonesia untuk membahas tantangan bersama dalam mengatasi limbah pangan (food waste) dan menciptakan sistem pangan berkelanjutan.
Acara ini menghadirkan Pablo Juliano Otero, Group Leader of Food Processing and Supply Chains dari Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO) Australia, serta dua profesor dari IPB University, Sahara dan Eko Hari Purnomo. Webinar dimoderatori oleh Mayrianti Annisa Anwar dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Dalam sambutannya, Atdikbud Mukhamad Najib menyoroti bahwa food waste menjadi masalah besar di Australia dan Indonesia. “Kerugian ekonomi Australia akibat food waste diperkirakan mencapai AUD 36,6 juta. Indonesia juga menghadapi tantangan serupa, bahkan menjadi negara penghasil limbah pangan terbesar kedua di dunia,” ujarnya.
Najib menegaskan pentingnya kerja sama kedua negara dalam mengurangi limbah pangan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan menjaga kelestarian lingkungan.
Pablo Juliano menjelaskan upaya Australia dalam memenuhi target Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 dengan mengurangi limbah pangan melalui inovasi teknologi. Salah satunya adalah pengembangan key circular technologies dan upcycling platforms untuk mengubah limbah pangan menjadi produk bernilai lebih tinggi.
Dari sisi Indonesia, Sahara menyebutkan bahwa limbah pangan di Indonesia menyumbang kerugian ekonomi hingga 213–551 triliun rupiah, setara dengan 4-5% dari PDB negara.
Sahara menekankan pentingnya perubahan perilaku masyarakat dalam menekan food waste, selain upaya pemerintah yang telah mengeluarkan berbagai regulasi dan mengampanyekan gerakan seperti Setop Boros Pangan.
Eko Hari Purnomo menyoroti food lost yang terjadi pada tahap awal rantai pasok pangan, terutama di sektor hortikultura dan perikanan. Ia juga menambahkan bahwa limbah pangan tidak hanya merugikan dari segi kuantitas, tetapi juga kualitas nutrisi.
Menurutnya, hambatan regulasi, seperti pajak donasi pangan, seringkali membuat perusahaan lebih memilih membuang makanan daripada mendonasikannya.
Kesimpulan dan Harapan
Webinar ini dihadiri lebih dari 100 peserta dari universitas, lembaga penelitian, dan organisasi masyarakat, termasuk Food Bank Indonesia.
Para peserta sepakat bahwa diskusi mengenai food waste dan keberlanjutan pangan perlu dilanjutkan secara lebih intensif.
“Kolaborasi antara Australia dan Indonesia diharapkan mampu memberikan solusi konkret untuk mengurangi limbah pangan, mendukung ketahanan pangan, dan menciptakan sistem pangan yang lebih berkelanjutan,” tutup Mukhamad Najib. (R)