Jakarta (buseronline.com) – Digitalisasi dalam program Integrasi Layanan Primer (ILP) menjadi kunci untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan primer di Indonesia, terutama di Puskesmas, Puskesmas Pembantu (Pustu), dan Posyandu.
Melalui pemanfaatan teknologi digital, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berupaya menghadirkan layanan kesehatan yang lebih terjangkau, efisien, dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat.
Menurut Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes dr Maria Endang Sumiwi MPH, salah satu fokus utama dalam integrasi layanan kesehatan primer adalah memperkuat pemantauan wilayah melalui digitalisasi.
Hal ini dilaksanakan dengan menyediakan dashboard situasi kesehatan perdesaan yang memungkinkan pemantauan kondisi kesehatan di tingkat desa hingga provinsi.
“Untuk mendukung digitalisasi ini, Kemenkes terus mendorong penggunaan aplikasi dan platform terintegrasi, seperti SATUSEHAT, yang menghubungkan sistem informasi di fasilitas pelayanan kesehatan,” ujar dr Endang dalam konferensi pers di Jakarta.
Sistem ini mencakup berbagai platform seperti SIMPUS (Sistem Informasi Manajemen Puskesmas) untuk pencatatan layanan di Puskesmas dan Pustu, serta Aplikasi Sehat IndonesiaKu (ASIK) untuk pencatatan layanan luar gedung oleh tenaga kesehatan. Sementara itu, kader kesehatan menggunakan WhatsApp untuk memudahkan pencatatan layanan di Posyandu.
Selain itu, pemantauan capaian kesehatan di wilayah setempat juga dilakukan melalui Dashboard Pemantauan Wilayah Setempat (PWS), yang memungkinkan pembuat kebijakan di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, kota, hingga provinsi untuk melihat perkembangan situasi kesehatan secara real-time.
Salah satu fitur unggulan yang disediakan bagi masyarakat adalah aplikasi SATUSEHAT Mobile, yang memungkinkan masyarakat memantau dan mengakses riwayat kesehatan pribadi secara mandiri. Dengan adanya fitur ini, masyarakat dapat lebih proaktif dalam memantau kesehatan mereka sendiri.
Namun, meskipun teknologi digital menawarkan banyak keuntungan, implementasi digitalisasi masih menghadapi beberapa tantangan. Salah satu masalah utama adalah keterbatasan akses internet, terutama di daerah terpencil, serta keterbatasan kapasitas sumber daya manusia (SDM) dan anggaran untuk penerapan Rekam Medis Elektronik (RME).
“Belum semua daerah dapat menerapkan digitalisasi di Puskesmas, Pustu, dan Posyandu karena beberapa kendala teknis dan anggaran. Namun, Kemenkes terus berupaya menyederhanakan aplikasi yang ada agar lebih terintegrasi,” jelas dr Endang.
Untuk mendukung implementasi ini, Kemenkes juga mengalokasikan anggaran untuk penyediaan internet dan pengembangan sistem informasi melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Non-fisik Puskesmas.
Setiaji, Chief of Technology Transformation Office (TTO) di Kemenkes, menjelaskan bahwa Pusat Data dan Informasi-Digital Transformation Office (Pusdatin-DTO) telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong implementasi SATUSEHAT di fasyankes. Salah satunya adalah dengan menggelar Training of Trainer, yang bertujuan untuk melatih tenaga IT dan profesional kesehatan dalam mengintegrasikan sistem informasi dengan platform SATUSEHAT.
Training of Trainer ini juga menjadi bagian dari user acceptance testing (UAT) untuk memastikan aplikasi dan sistem yang digunakan sesuai dengan kebutuhan fasyankes di lapangan. Setelah pelatihan ini, para peserta diharapkan dapat menjadi pendamping atau trainer di wilayah masing-masing, membantu dalam proses rollout implementasi SATUSEHAT ke lebih banyak fasyankes.
Dengan upaya-upaya ini, digitalisasi layanan kesehatan primer di Indonesia diharapkan dapat terus berkembang, meningkatkan aksesibilitas dan akurasi layanan kesehatan, serta mendukung pengambilan keputusan berbasis data yang lebih tepat dan cepat. (R)