Jakarta (buseronline.com) – Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menyoroti praktik penyelesaian kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk pemerkosaan, yang dilakukan dengan menikahkan korban dengan pelaku.
Tradisi ini, yang masih ditemukan di sejumlah daerah, dinilai perlu dikaji ulang agar tidak menambah penderitaan bagi korban.
“Apakah dengan dinikahkan masalah bisa selesai? Tentu ini perlu penelitian mendalam,” kata Listyo dalam acara peluncuran Direktorat Perlindungan Perempuan, Anak, dan Pidana Perdagangan Orang (DitPPA-PPO) Polri di The Tribrata Darmawangsa, Jakarta Selatan, Selasa.
Kapolri menegaskan, pendekatan tradisional seperti ini sering mendapat kritik karena tidak memberikan keadilan kepada korban.
Ia meminta jajarannya untuk mengevaluasi efektivitas metode penyelesaian tersebut dan memastikan penanganan kasus sesuai dengan harapan korban.
Dalam pidatonya, Kapolri juga memaparkan data dari Komnas Perempuan dan Anak yang mencatat 401.975 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 15.120 kasus kekerasan terhadap anak. Namun, Polri baru menangani 105.475 kasus.
“Di mana tertinggi adalah KDRT, pencabulan, kekerasan fisik dan psikis, serta persetubuhan dan pemerkosaan. Artinya ada gap yang cukup besar antara data Komnas dengan yang ditangani oleh Polri,” jelasnya.
Kapolri menduga perbedaan data ini terjadi karena banyak kasus yang diselesaikan melalui cara-cara non-legal berbasis tradisi.
Menurut Listyo, solusi tradisional seperti menikahkan korban dengan pelaku dapat menimbulkan masalah baru bagi korban.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya tindakan tegas terhadap pelaku kekerasan, khususnya pemerkosaan.
“Kalau ternyata cara-cara seperti itu tidak cocok, tentunya perlu disiapkan cara yang paling pas. Kekerasan terhadap perempuan dan anak harus ditekan, tetapi penyelesaiannya juga harus sesuai dengan apa yang diharapkan korban,” ujarnya.
Kapolri meminta jajarannya melakukan kajian menyeluruh terkait fenomena ini untuk menciptakan sistem penanganan yang lebih adil dan sesuai kebutuhan korban.
“Kami ingin memastikan bahwa dalam setiap tugas menangani kekerasan terhadap perempuan dan anak, solusinya tidak hanya tegas kepada pelaku, tetapi juga tidak menimbulkan masalah baru bagi korban,” tegas Listyo.
Langkah ini menunjukkan komitmen Polri dalam melindungi perempuan dan anak dari berbagai bentuk kekerasan, sekaligus memperbaiki sistem penanganan kasus agar lebih berorientasi pada keadilan bagi korban. (R)