Jakarta (buseronline.com) – Pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam dunia kesehatan semakin berkembang, memberikan kemudahan dalam diagnostik medis dan efisiensi layanan. Meski menawarkan potensi besar, penerapan AI tetap harus mengutamakan keselamatan pasien dan mempertahankan peran utama dokter.
Chief of Technology Transformation Office (TTO) Kementerian Kesehatan RI, Setiaji ST MSi, menegaskan pentingnya peran dokter sebagai pengambil keputusan akhir dalam proses medis. AI, menurutnya, hanya berfungsi sebagai alat bantu yang memberikan rekomendasi diagnosis berdasarkan data.
“Dokter tetap memposisikan diri sebagai penentu keputusan, terutama dalam hal pertimbangan kemanusiaan dan etika medis. AI hanya mendukung dokter untuk membuat keputusan yang lebih cepat dan berbasis informasi,” ujar Setiaji.
Ia menambahkan bahwa integrasi AI dalam praktik klinis harus dilakukan dengan memastikan keselamatan pasien sebagai prioritas utama. Selain itu, AI tidak dapat menggantikan evaluasi medis langsung yang melibatkan interaksi antara dokter dan pasien.
Setiaji juga menekankan pentingnya evaluasi kritis terhadap penelitian terkait AI sebelum diimplementasikan. Metodologi, jenis data yang digunakan, dan relevansi sampel terhadap populasi Indonesia harus dipertimbangkan dengan cermat.
“Penelitian yang dilakukan dalam lingkungan terkontrol belum tentu menggambarkan kompleksitas kasus di lapangan. Oleh karena itu, akurasi AI harus diuji sesuai dengan kebutuhan klinis di Indonesia,” jelasnya.
AI mungkin mampu menganalisis data dengan cepat, tetapi masih memiliki keterbatasan dalam memahami keragaman gejala dan faktor-faktor lain yang memengaruhi kesehatan individu, seperti riwayat medis, gaya hidup, dan kondisi lingkungan.
Setiaji juga mengingatkan bahwa AI seperti ChatGPT dapat digunakan untuk memberikan informasi awal, tetapi tidak bisa menggantikan peran dokter. Proses diagnosis yang akurat sering memerlukan pemeriksaan fisik, tes laboratorium, atau prosedur lanjutan yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis.
“AI bekerja berdasarkan data yang sudah diprogram, sehingga tidak selalu mencerminkan kebutuhan spesifik individu. Oleh karena itu, masyarakat perlu menggunakan AI sebagai informasi awal saja dan tetap mengandalkan konsultasi medis dengan dokter,” katanya.
Setiaji berharap masyarakat semakin bijak dalam memanfaatkan teknologi AI di bidang kesehatan. “Keselamatan pasien harus tetap menjadi prioritas utama,” tutupnya. (R)