Jakarta (buseronline.com) – Polri mencatat peningkatan jumlah laporan kekerasan dan pelecehan seksual pada pekan pertama tahun 2025 dibandingkan periode yang sama pada tahun 2024.
Berdasarkan data dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Bareskrim Polri, terdapat 37 laporan kekerasan dan pelecehan seksual dalam tujuh hari pertama di tahun 2025. Jumlah korban mencapai 36 orang dengan 38 terlapor.
Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pekan pertama 2024 yang mencatat 35 laporan dengan 31 korban dan 35 terlapor.
Menariknya, pola yang sama terlihat di kedua periode, yakni jumlah terlapor selalu lebih banyak dibandingkan korban, yang mengindikasikan kemungkinan adanya kasus dengan lebih dari satu pelaku.
Dari 17 Polda yang menerima laporan pada awal tahun 2025, Polda Metro Jaya mencatat jumlah tertinggi dengan 7 laporan, rata-rata satu kasus setiap hari.
Angka ini juga lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2024, di mana Polda Metro Jaya menerima 5 laporan.
Sementara itu, jumlah Polda yang menerima laporan kekerasan seksual justru menurun dari 19 satuan kerja pada 2024 menjadi 17 pada 2025.
Meski demikian, peningkatan jumlah laporan menunjukkan adanya peningkatan kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan dan pelecehan seksual.
Salah satu kasus yang mencuri perhatian adalah laporan IA kepada Polres Metro Jakarta Selatan terkait dugaan pelecehan seksual oleh seorang guru SMK berinisial AU (50) terhadap ZK, anak dari IA.
Dugaan ini bermula dari tangkapan layar percakapan tak senonoh yang dikirimkan AU kepada ZK. Hingga kini, Polres Metro Jakarta Selatan masih mendalami kasus tersebut.
Di tempat lain, Polres Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, sedang menangani laporan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan TQH, seorang pimpinan pondok pesantren, terhadap santrinya.
Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan seksual di lingkungan keagamaan yang melibatkan figur otoritas.
Peningkatan jumlah laporan kekerasan seksual ini menjadi alarm bagi pemerintah dan masyarakat untuk mengambil tindakan nyata.
Langkah-langkah preventif, seperti edukasi tentang pelecehan seksual, peningkatan pengawasan di lingkungan pendidikan dan keagamaan, serta penegakan hukum yang tegas, perlu terus ditingkatkan.
Selain itu, perhatian terhadap pemulihan korban, baik secara fisik maupun psikologis, harus menjadi prioritas agar mereka dapat melanjutkan hidup dengan lebih baik.
Dengan kerja sama dari berbagai pihak, diharapkan angka kasus kekerasan seksual dapat diminimalkan di masa mendatang. (R)