28 C
Medan
Minggu, Februari 23, 2025

Waspada Leptospirosis di Musim Hujan, Awal 2025 Sudah 61 Kasus di Jateng

Berita HariIni

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Semarang (buseronline.com) – Musim hujan yang menyebabkan banyak genangan air meningkatkan risiko penyebaran penyakit leptospirosis.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Tengah mencatat, sejak awal 2025 sudah terdapat 61 kasus leptospirosis yang disebabkan oleh bakteri Leptospira, dengan penyebaran salah satunya melalui urin tikus.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Jateng Irma Makiah menjelaskan bahwa leptospirosis dapat menular melalui berbagai cara.

“Penularan bisa terjadi jika kulit yang terluka kontak langsung dengan urin hewan pembawa bakteri. Selain itu, juga bisa melalui air atau tanah yang terkontaminasi, serta makanan yang tercemar urin tikus,” ujar Irma, seperti dikutip dari Web Pemprov Jateng.

Irma menambahkan, seseorang yang terinfeksi leptospirosis akan menunjukkan gejala seperti demam, nyeri badan, nyeri betis, mata merah, hingga gejala kekuningan pada tubuh. Dalam kasus yang lebih parah, penyakit ini bisa menyebabkan gagal ginjal yang berujung pada kematian.

“Jika mengalami gejala tersebut, segera periksa ke fasilitas kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit. Penyakit ini bisa diobati dengan antibiotik, tetapi jika terlambat ditangani, risikonya bisa fatal,” tegasnya.

Menurut Dinkes Jateng, leptospirosis lebih rentan terjadi di lingkungan padat penduduk, daerah persawahan, perkampungan nelayan, serta kawasan yang memiliki sanitasi buruk.

Wilayah yang sering mengalami banjir dan rob juga memiliki potensi tinggi dalam penyebaran penyakit ini.

Data menunjukkan bahwa pada awal 2025, kasus leptospirosis tersebar di sejumlah daerah, termasuk Banyumas, Magelang, Purworejo, Cilacap, Karanganyar, Demak, Klaten, Kebumen, Wonosobo, Sukoharjo, serta beberapa wilayah Pantai Utara.

“Tahun 2024 lalu, ada 545 kasus leptospirosis di Jawa Tengah, dengan 66 di antaranya berujung kematian. Banyak pasien yang meninggal karena memiliki penyakit penyerta (komorbid) atau terlambat mendapatkan perawatan,” jelas Irma.

Sebagai langkah pencegahan, Irma mengimbau masyarakat untuk selalu menggunakan alat pelindung diri, terutama bagi mereka yang bekerja di sawah atau di daerah banjir.

“Gunakan sepatu boot jika harus beraktivitas di lingkungan yang berisiko. Luka kecil di kaki, termasuk pecah-pecah di telapak kaki, bisa menjadi pintu masuk bakteri,” katanya.

Selain itu, ia menekankan pentingnya mengeliminasi tikus dengan cara yang benar. Irma tidak menyarankan penggunaan perangkap yang dapat menyebarkan cairan atau darah tikus.

“Tikus sebaiknya ditangkap dengan kandang jebak, lalu dijemur di bawah sinar matahari hingga mati, disiram air panas mendidih, atau ditenggelamkan dalam air yang diberi disinfektan sebelum dikubur,” sarannya.

Dinas Kesehatan juga mengimbau masyarakat agar tidak membuang bangkai tikus sembarangan, karena dapat mencemari lingkungan dan berpotensi menyebarkan penyakit lainnya.

“Pencegahan dan kesadaran masyarakat sangat penting dalam mengendalikan leptospirosis. Jika ada gejala, segera cari pertolongan medis agar tidak berakibat fatal,” pungkasnya. (R)

Berita Lainnya

Berita Terbaru