
Silangit (buseronline.com) – Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya meningkatkan mutu genetik kerbau lokal melalui inovasi bioteknologi.
Salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah program produksi embrio kerbau unggulan, hasil kerja sama antara Balai Embrio Ternak (BET) Cipelang dan Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU HPT) Siborongborong.
Program ini bertujuan mempercepat kelahiran bibit unggul kerbau nasional melalui teknologi produksi embrio in vivo eksitu.
Dengan metode ini, pembentukan bibit unggul bisa dilakukan lebih cepat dibandingkan cara konvensional, sehingga diharapkan dapat meningkatkan populasi dan kualitas ternak secara signifikan.
Proses produksi embrio dilakukan di Instalasi Silangit BPTU HPT Siborongborong, yang dimulai dengan seleksi calon induk donor pada Desember 2024.
Puncaknya terjadi pada 11 Februari 2025, ketika panen embrio (flushing) dilakukan, dan embrio ditanamkan ke induk penerima (resipien) yang telah memenuhi syarat.
Kami optimistis program ini dapat meningkatkan populasi dan kualitas genetika kerbau di Indonesia.
Dengan teknologi ini, kita bisa mempercepat produksi bibit unggul dan meningkatkan daya saing peternakan nasional, ujar Yude Maulana Yusuf, Kepala BPTU HPT Siborongborong, Kamis (15/2/2025).
Embrio yang dihasilkan berasal dari empat ekor Kerbau Sungai (Bubalus bubalis fluviatilis) dengan metode in vivo eksitu.
Teknik ini memungkinkan donor berasal dari berbagai sumber, seperti unit pelaksana teknis (UPT) Kementan, peternak, hingga perusahaan swasta.
Berbeda dengan metode konvensional, produksi embrio in vivo eksitu memiliki keunggulan utama, yaitu mempercepat pembentukan bibit unggul dalam waktu lebih singkat. Prosesnya meliputi:
1. Seleksi donor unggul, baik dari peternak maupun institusi pemerintah.
2. Superovulasi, yaitu stimulasi ovarium agar menghasilkan lebih banyak sel telur.
3. Inseminasi Buatan (IB) dengan semen pejantan unggul.
4. Flushing (panen embrio) dalam waktu sekitar 20–21 hari.
5. Transfer embrio ke induk resipien yang telah dipastikan siap menerima kebuntingan melalui pemeriksaan rektal dan ultrasonografi (USG).
“Proses produksi embrio ini mengikuti standar internasional dan diharapkan bisa menjadi model pengembangan ternak kerbau berbasis bioteknologi di Indonesia,” ungkap Deasy Zamanti, Kepala BET Cipelang.
Program ini tidak hanya meningkatkan populasi kerbau unggulan di Indonesia, tetapi juga mendukung ketahanan pangan nasional serta memperkuat daya saing peternakan di tingkat global.
Dengan teknologi ini, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pusat pengembangan bibit unggul kerbau berbasis bioteknologi, sekaligus mengurangi ketergantungan pada impor ternak.
Dengan keberhasilan program ini, diharapkan peternak di berbagai daerah dapat lebih mudah memperoleh bibit unggul, meningkatkan produktivitas, dan pada akhirnya memperkuat sektor peternakan nasional. (R)