
Jakarta (buseronline.com) – Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kakortas Tipidkor) Polri terus mendalami kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) pada periode 2012-2016.
Penyidik kini fokus mengumpulkan alat bukti guna menetapkan tersangka dalam kasus yang diduga merugikan negara hingga Rp600 M lebih atau setara dengan 43 juta dolar AS.
Kakortas Tipidkor Polri Irjen Pol Cahyono Wibowo mengungkapkan bahwa penyidik telah menggelar perkara pekan lalu.
Berdasarkan hasil awal, ditemukan indikasi kuat adanya tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), yang kini telah naik ke tahap penyidikan.
“Kalau dilihat dari hasil sementara, kami kuat bahwa ada indikasi korupsi. Namun, kami juga mencari siapa yang dapat dimintai pertanggungjawaban dalam perkara ini,” ujar Cahyono kepada wartawan.
Kasus ini bermula dari dugaan penyimpangan dalam pemberian pembiayaan oleh LPEI kepada PT Duta Sarana Technology (PT DST) dan PT Maxima Inti Finance (PT MIF) pada periode 2012-2016.
Dana yang disalurkan diduga tidak digunakan sesuai dengan tujuan awal, sehingga berujung pada kerugian negara yang sangat besar.
Wakakortas Tipidkor Polri Brigjen Pol Arief Adiharsa menjelaskan bahwa dugaan korupsi terjadi pada 2012-2014, saat LPEI menyetujui pembiayaan untuk PT DST.
Namun, dalam prosesnya, terjadi penyimpangan dalam pemberian kredit, sehingga menyebabkan kredit macet sebesar Rp45 M dan 4,125 juta dolar AS.
“Untuk mengatasi kredit macet itu, PT DST melakukan rapat direksi dan menyepakati skema novasi, dengan menunjuk PT MIF sebagai pihak yang mengambil alih kredit,” jelas Arief.
PT MIF kemudian menjadi debitur LPEI dan mendapatkan pembiayaan baru. Namun, dalam prosesnya, skema novasi ini diduga dilakukan tidak sesuai ketentuan, sehingga seolah-olah PT DST telah melunasi utangnya.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, LPEI kembali mengucurkan dana kepada PT MIF hingga mencapai 47,5 juta dolar AS. Namun, pencairan kredit ini juga diduga tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
Hasil pencairan kredit yang diterima PT MIF dari LPEI sebagian digunakan untuk melunasi utang PT DST sebesar 9 juta dolar AS, sementara sisanya dialihkan untuk kepentingan lain yang tidak sesuai dengan perjanjian.
Akibatnya, pada tahun 2022 PT MIF dinyatakan pailit dan tidak mampu melunasi utangnya kepada LPEI sebesar 43,6 juta dolar AS atau setara dengan Rp711 M.
“Jumlah ini menjadi bagian dari kerugian negara yang sangat besar,” pungkas Arief.
Guna memperkuat proses penyidikan, Polri tengah berkoordinasi dengan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Penyidik berjanji akan terus memperbarui perkembangan kasus ini dan menyampaikan proses penanganannya lebih lanjut kepada publik. (R)