26 C
Medan
Sabtu, Februari 22, 2025

KPK Soroti Kerawanan Korupsi di Sektor Swasta

Berita HariIni

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Jakarta (buseronline.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti tingginya risiko korupsi di sektor swasta yang dinilai berdampak buruk terhadap iklim bisnis di Indonesia.

Praktik korupsi, terutama dalam bentuk penyuapan serta penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa, masih marak terjadi dan menjadi tantangan besar dalam upaya pemberantasan korupsi.

Hal ini disampaikan Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, dalam bimbingan teknis bertajuk Membangun Budaya Antikorupsi dalam Jaringan Kemitraan Bisnis.

Acara yang diselenggarakan secara daring bersama PT Bank Negara Indonesia (BNI) Persero, Selasa lalu ini bertujuan meningkatkan keterlibatan pelaku usaha dalam menerapkan prinsip bisnis yang bersih dan transparan.

Wawan menegaskan bahwa korupsi sering terjadi dalam proses perizinan hingga pengadaan barang dan jasa. Menurutnya, banyak pelaku usaha yang memanfaatkan koneksi serta uang untuk memperlancar praktik bisnis yang tidak sehat demi keuntungan pribadi.

“Korupsi di dunia usaha sering terjadi karena adanya oknum yang lebih mengutamakan keuntungan daripada integritas. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi harus diiringi dengan penguatan pencegahan korupsi,” ujar Wawan.

Ia juga menekankan bahwa sektor perbankan menjadi salah satu yang paling rentan terhadap praktik korupsi. Tanpa kebijakan antikorupsi yang jelas, institusi keuangan bisa terjebak dalam praktik suap atau gratifikasi yang merusak sistem tata kelola perusahaan.

Upaya pemberantasan korupsi di sektor ekonomi turut berkontribusi terhadap kenaikan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2024, yang mencapai angka 37 dari skala 0-100.

Kenaikan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk indikator dari Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) yang mengukur risiko suap dalam berbagai sektor usaha, mulai dari impor-ekspor hingga pemberian kontrak publik.

Selain itu, indikator dari International Institute for Management Development (IMD) 2024 juga menunjukkan peningkatan skor Indonesia dari 40 menjadi 45, mencerminkan perbaikan daya saing perusahaan dalam lingkungan bisnis yang lebih transparan.

Meski demikian, KPK menilai capaian tersebut masih belum cukup, mengingat berbagai modus korupsi seperti pembayaran tambahan atau insentif ilegal masih banyak terjadi.

Praktik ini meningkatkan biaya ekonomi dalam dunia usaha dan menghambat persaingan yang sehat.

Sebagai bagian dari sektor perbankan yang memiliki peran strategis dalam perekonomian, PT BNI Persero menegaskan komitmennya dalam membangun budaya antikorupsi.

Direktur Human Capital and Compliance BNI, Mucharom menekankan bahwa pengendalian gratifikasi di lingkungan perusahaannya bukan sekadar kebijakan administratif, melainkan bagian dari upaya menjaga integritas dan reputasi bisnis.

“Oleh karena itu, bimbingan teknis ini harus diikuti dengan komitmen bersama, terutama dari para mitra bisnis, untuk tidak memberikan gratifikasi dalam bentuk apa pun kepada pegawai BNI,” ujar Mucharom.

BNI juga mengapresiasi langkah KPK dalam memberikan wawasan serta pengalaman terbaik dalam upaya pencegahan korupsi di sektor swasta. Mucharom berharap kegiatan ini dapat menjadi landasan bagi pelaku usaha lainnya dalam membangun bisnis yang bersih, transparan, dan berintegritas.

Dengan adanya bimbingan teknis ini, diharapkan pelaku usaha semakin sadar akan pentingnya penerapan prinsip antikorupsi, sehingga dapat menciptakan iklim bisnis yang sehat dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap dunia usaha di Indonesia. (R)

Berita Lainnya

Berita Terbaru