28 C
Medan
Senin, Maret 10, 2025

Peringati Hari Pendengaran Sedunia 2025, Kemenkes RI Ajak Masyarakat Peduli Kesehatan Telinga

Berita HariIni

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Jakarta (buseronline.com) – Dalam rangka memperingati Hari Pendengaran Sedunia (World Hearing Day/WHD) yang diperingati setiap 3 Maret, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengajak seluruh masyarakat untuk lebih peduli terhadap kesehatan telinga dan pendengaran.

Upaya ini merupakan bagian dari komitmen global Sound Hearing 2030 yang bertujuan mencegah serta mengurangi gangguan pendengaran di seluruh dunia.

Plt Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kemenkes RI dr Yudhi Pramono dalam Media Briefing Hari Pendengaran Sedunia 2025 menyampaikan bahwa tema internasional WHD tahun ini adalah “Changing Mindsets: Empower Yourself! Make Ear and Hearing Care a Reality for All!”, sementara tema nasionalnya adalah “Cegah Gangguan Pendengaran, Ayo Peduli”.

Tema tersebut diangkat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjaga kesehatan pendengaran serta pentingnya deteksi dan penanganan dini gangguan pendengaran.

Menurut data WHO, sekitar 1,57 miliar penduduk dunia mengalami gangguan pendengaran, menjadikannya sebagai penyebab disabilitas terbesar ketiga di dunia. Saat ini, lebih dari 430 juta orang membutuhkan rehabilitasi pendengaran, termasuk 34 juta anak-anak.

Jika tidak ada tindakan pencegahan, jumlah penderita diperkirakan meningkat hingga 2,5 miliar orang pada 2050, dengan 700 juta di antaranya memerlukan rehabilitasi pendengaran.

“Lebih dari 1 miliar orang dewasa muda berisiko mengalami gangguan pendengaran permanen akibat kebiasaan mendengarkan suara dengan volume tinggi dalam waktu lama. Diperlukan investasi sebesar 1,4 USD per orang per tahun untuk memastikan akses layanan kesehatan pendengaran yang optimal,” ujar dr Yudhi.

Sementara itu, di Indonesia, hasil Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan bahwa prevalensi disabilitas pendengaran pada usia ≥1 tahun mencapai 0,4%, dengan 4,1% di antaranya menggunakan alat bantu dengar.

“Artinya, 4 dari 100 orang di Indonesia adalah pengguna alat bantu dengar. Ini menunjukkan angka disabilitas akibat gangguan pendengaran yang cukup tinggi,” tambahnya.

Kemenkes RI telah menerapkan empat pilar strategi untuk mencegah dan menanggulangi gangguan pendengaran, yakni:

1. Promosi Kesehatan – Meningkatkan kesadaran masyarakat melalui edukasi dan penyuluhan.

2. Deteksi Dini – Pemeriksaan pendengaran melalui Posyandu dan fasilitas kesehatan.

3. Perlindungan Khusus – Upaya untuk menghindari faktor risiko seperti kebisingan dan infeksi.

4. Penanganan Kasus – Pengobatan dan rehabilitasi bagi penderita gangguan pendengaran.

Salah satu langkah konkret pemerintah adalah pelaksanaan Program Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG) yang tersedia di seluruh puskesmas dan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). Program ini mencakup skrining pendengaran untuk mendeteksi gangguan sejak dini.

Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis THT Bedah Kepala Leher Indonesia (PERHATI-KL) dr Yussy Afriani Dewi menegaskan bahwa tanpa langkah pencegahan, jumlah penderita gangguan pendengaran akan meningkat signifikan.

Ia juga menyebutkan bahwa gangguan pendengaran yang tidak tertangani dapat menyebabkan konsekuensi ekonomi besar, dengan potensi kerugian global mencapai 980 miliar USD per tahun.

Menurut dr Yussy, sekitar 60% penyebab gangguan pendengaran dapat dicegah dengan langkah-langkah berikut:

Menjaga kebersihan telinga dan lingkungan

Menghindari paparan suara bising berlebihan

Memberikan nutrisi seimbang bagi ibu hamil

Melengkapi imunisasi dasar

Tidak menggunakan headset dengan volume tinggi dalam waktu lama.

Sebagai bentuk pencegahan, dr Yussy juga mengimbau masyarakat untuk menerapkan aturan 60:60 saat menggunakan headphone, yaitu maksimal 60% volume selama 60 menit per hari.

Dalam acara peringatan WHD 2025, hadir pula Eneng Arida Amalia (41), seorang tenaga medis yang mengalami gangguan pendengaran sejak 2012. Ia mulai menggunakan alat bantu dengar pada usia 28 tahun setelah mengalami penurunan pendengaran secara tiba-tiba.

“Sebagai tenaga medis, gangguan pendengaran sangat menghambat aktivitas saya. Saya menduga salah satu penyebabnya adalah kebiasaan menggunakan ponsel terlalu lama hingga panas dan kehabisan baterai. Karena itu, saya mengingatkan masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan ponsel dan headset,” ujar Eneng.

Sejalan dengan hal tersebut, dr Yudhi Pramono mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap kesehatan telinga dengan rutin melakukan skrining pendengaran di fasilitas kesehatan serta segera memeriksakan diri jika mengalami gejala seperti telinga terasa penuh, kurang dengar, keluar cairan, atau terdapat benda asing di dalam telinga.

Dengan peringatan Hari Pendengaran Sedunia 2025, diharapkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesehatan pendengaran semakin meningkat sehingga angka gangguan pendengaran dapat ditekan dan kualitas hidup masyarakat Indonesia semakin baik. (R)

Berita Lainnya

Berita Terbaru