Jakarta (buseronline.com) – Produksi telur nasional Indonesia mencatatkan surplus signifikan, mencapai 288,7 ribu ton atau setara 5 miliar butir per bulan. Dengan jumlah ini, Indonesia berpotensi besar untuk memperluas pasar ekspor, terutama ke negara-negara yang tengah mengalami krisis produksi akibat wabah Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI), seperti Amerika Serikat (AS).
Menurut laporan, AS saat ini mengalami defisit telur yang cukup tinggi, menyebabkan lonjakan harga hingga 4,11 USD per lusin atau sekitar Rp68 ribu. Menyikapi kondisi ini, Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan kesiapan untuk mendorong ekspor guna membantu memenuhi permintaan global sekaligus meningkatkan daya saing produk peternakan Indonesia di pasar internasional.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Agung Suganda, menegaskan bahwa ekspor telur konsumsi ke AS dalam tahap penjajakan, dengan rencana pengiriman awal sebanyak 1,6 juta butir per bulan.
“Kami berkomitmen untuk mendorong ekspor komoditas peternakan, termasuk telur ayam konsumsi, dengan memastikan seluruh standar kualitas dan keamanan pangan sesuai dengan persyaratan negara tujuan,” ujar Agung pada Kamis (27/3/2025).
Indonesia telah lebih dulu berhasil mengekspor telur konsumsi ke Singapura dan Uni Emirat Arab (UEA). Untuk ekspor ke AS, telur yang dikirim harus memenuhi standar ketat yang ditetapkan oleh Food and Drug Administration (FDA), termasuk bebas dari Salmonella serta tidak mengandung residu antibiotik.
Agung juga menegaskan bahwa ekspor ini tidak akan mengganggu pasokan dalam negeri. “Prioritas utama tetap pada pemenuhan kebutuhan domestik. Kami memastikan ekspor dilakukan dengan tetap menjaga stabilitas harga dan pasokan di dalam negeri,” jelasnya.
Data menunjukkan, potensi produksi telur nasional pada 2025 diperkirakan mencapai 6,5 juta ton, sementara kebutuhan dalam negeri sekitar 6,2 juta ton. Dengan demikian, potensi surplus sekitar 288,7 ribu ton memberikan peluang ekspor yang lebih luas bagi pelaku usaha peternakan nasional.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas Indonesia (GPPU), Ahmad Dawami, juga mendukung penuh langkah ekspor ke AS. Ia menilai bahwa Indonesia memiliki kapasitas produksi yang memungkinkan untuk mengekspor hingga 160 juta butir telur per bulan tanpa mengganggu kebutuhan dalam negeri.
“Kami sangat optimistis bahwa ekspor ini bisa berjalan dengan baik. Bahkan, jika bisa mencapai 16 juta atau 160 juta butir per bulan, itu lebih bagus,” ujar Dawami.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa ekspor telur ke negara yang tengah mengalami krisis pangan seperti AS bukanlah proses yang mudah. “Untuk bisa menembus pasar ekspor, diperlukan berbagai persyaratan dan standar ketat yang harus dipenuhi,” tambahnya.
Sebagai dukungan terhadap rencana ini, Kementan siap memfasilitasi pelaku usaha peternakan dalam pemenuhan standar ekspor, mulai dari proses produksi hingga distribusi.
“Kami akan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memastikan ekspor telur berjalan lancar dan memberikan manfaat bagi peternak serta ekonomi nasional,” pungkas Agung.
Langkah ini diharapkan tidak hanya memperkuat posisi Indonesia di pasar global, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan peternak lokal dengan terbukanya peluang pasar yang lebih luas. (R)