Medan (buseronline.com) – Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof Dr M Ildrem di Sumatera Utara menyatakan komitmennya untuk bertransformasi menjadi rumah sakit jiwa yang ramah dan inklusif.
Direktur RSJ, drg Ismail Lubis, menegaskan bahwa rumah sakit yang ia pimpin akan memperluas cakupan layanan kesehatan, tidak hanya menangani pasien gangguan jiwa berat, tetapi juga melayani kebutuhan medis umum masyarakat.
“Selama ini rumah sakit jiwa dikenal hanya untuk pasien gangguan jiwa. Tapi sekarang kita menuju transformasi mental. Kita ingin pasien merasa seperti di rumah sendiri, bukan seperti sedang dikurung,” ujar drg Ismail Lubis dalam keterangan persnya, Rabu.
Pihak rumah sakit telah menyelesaikan proses perencanaan dan pelelangan untuk pembangunan ruang rawat inap medis umum, termasuk gedung Bukit Barisan dan Dolok Sanggul. Fasilitas ini akan dilengkapi dengan ruang terbuka hijau (RTH) yang diharapkan mampu menunjang proses penyembuhan pasien secara fisik dan mental.
“Ruang terbuka hijau akan menjadi tempat bagi pasien untuk bersantai, tidur, atau menenangkan diri. Suasana seperti ini sangat mendukung proses pemulihan,” tambahnya.
Dengan lahan seluas 3,8 hektare dan bangunan seluas 25.800 meter persegi, RSJ Prof Ildrem memiliki potensi besar untuk berkembang. Namun, untuk merealisasikan visi tersebut, pihak rumah sakit membutuhkan dukungan penuh dari Kementerian Kesehatan, termasuk dari sisi anggaran.
“Ke depan, RSJ ini tidak lagi hanya menjadi rumah sakit jiwa, tapi menjadi rumah sakit umum dengan layanan jiwa sebagai layanan unggulan,” tegas Ismail.
Sebagai satu-satunya RSJ tipe A di Sumut, RSJ Prof Ildrem juga akan menjadi rumah sakit pengampu bagi 10 rumah sakit jiwa di kabupaten/kota lainnya. Tugas pengampuan ini mencakup peningkatan SDM, infrastruktur, dan layanan agar sesuai standar visitasi nasional. Target lama rawat pasien (length of stay/LOS) juga akan dipersingkat maksimal hingga 35 hari.
Di sisi lain, drg Ismail juga menyoroti pentingnya pembiayaan bagi pasien ODGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa) yang belum terdaftar dalam program BPJS. Ia mendorong adanya kerja sama dengan pemerintah kabupaten/kota melalui skema unregistered fund agar pelayanan tetap dapat diberikan tanpa hambatan biaya.
“Pasien ODGJ mayoritas berasal dari keluarga tidak mampu. Negara harus hadir untuk mereka. Harus ada MoU dengan pemerintah daerah agar pembiayaan tidak terhambat,” ujar Ismail.
Dalam rangka peningkatan kualitas layanan, RSJ Prof Ildrem juga tengah mempersiapkan diri menjadi rumah sakit pendidikan. Saat ini, rumah sakit sudah menjadi tempat praktik bagi mahasiswa kedokteran, keperawatan, dan psikologi.
Selain pendekatan medis, pendekatan spiritual juga akan diperkuat. “Kita ingin mengembalikan pasien ke fitrahnya. Ketahanan mental seseorang bisa diperkuat melalui spiritualitas. Karena itu, tempat ibadah juga akan disiapkan,” jelas Ismail.
Data dari Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) menunjukkan bahwa mayoritas pasien ODGJ berasal dari Kabupaten Tapanuli Utara dan Mandailing Natal. Faktor pemicu yang paling umum di antaranya adalah konflik keluarga, perceraian, tekanan ekonomi, dan masalah pekerjaan.
Dengan berbagai langkah tersebut, RSJ Prof Ildrem siap menjadi pusat layanan kesehatan jiwa yang lebih inklusif, manusiawi, dan berdaya saing tinggi di Sumatera Utara. (P3)