Jakarta (buseronline.com) – Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan oknum dokter tidak boleh mencoreng citra profesi dokter secara keseluruhan. Ia meminta masyarakat untuk bersikap adil dan proporsional dalam menyikapi kasus tersebut.
“Kita memiliki hampir 300 ribu dokter di Indonesia. Jangan sampai tindakan segelintir oknum merusak kepercayaan masyarakat terhadap profesi dokter secara keseluruhan,” ujar Menkes Budi dalam keterangan persnya, seperti dilansir dari laman Sehat Negeriku.
Ia menekankan bahwa mayoritas dokter di Indonesia telah bekerja dengan dedikasi tinggi, profesional, dan penuh tanggung jawab.
“Dokter-dokter baik jumlahnya jauh lebih banyak. Jangan sampai yang baik-baik ini tertutup oleh ulah oknum yang ngaco,” tegasnya.
Menkes juga mengakui bahwa sistem pengawasan etik di dunia medis masih memiliki kelemahan, terutama pada aspek transparansi dan ketegasan sanksi. Ketika pengawasan lemah, lanjutnya, pelanggaran etika menjadi lebih mudah terjadi dan dapat merusak kepercayaan masyarakat.
Sebagai langkah konkret, pemerintah berkomitmen memperkuat sistem pengawasan melalui implementasi Undang-Undang Kesehatan yang baru.
UU tersebut memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah untuk mengidentifikasi dan memberikan sanksi tegas kepada pelanggar etik, tanpa pandang bulu.
Salah satu terobosan penting yang disiapkan adalah pencatatan rekam jejak pelanggaran oleh tenaga medis dan pendistribusian data tersebut ke seluruh fasilitas layanan kesehatan serta dinas kesehatan daerah. Dengan sistem ini, tindakan pencegahan dapat dilakukan lebih dini dan menyeluruh.
“Langkah ini penting agar kita bisa melindungi mayoritas dokter yang selama ini bekerja dengan benar, profesional, dan penuh tanggung jawab,” jelas Menkes.
Senada dengan itu, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) Prof Brian Yuliarto juga menyoroti pentingnya momentum ini sebagai bahan evaluasi sistem pendidikan profesi kedokteran, khususnya di jenjang spesialis.
“Tentu ada hal-hal yang masih belum sempurna. Mari kita perbaiki bersama-sama agar ke depan program pendidikan dokter spesialis bebas dari praktik-praktik yang bisa mencoreng nama baik profesi,” ujarnya.
Ia berharap ke depan tidak ada lagi kasus serupa yang terulang. Menurutnya, setiap institusi pendidikan kedokteran perlu menanamkan secara kuat nilai-nilai etika, profesionalisme, dan kemanusiaan kepada para calon dokter. (R)