Jepara (buseronline.com) – Direktorat Tindak Pidana Pelindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang (PPA-PPO) Bareskrim Polri memberikan dukungan penuh dalam pengungkapan kasus predator seksual yang mengguncang Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Jateng).
Direktur PPA-PPO Bareskrim Polri Brigjen Pol Nurul Azizah menyampaikan bahwa pihaknya memberikan backup penuh terhadap penanganan kasus tersebut. Dukungan ini mencakup bantuan teknis dari sejumlah satuan Polri, seperti Puslabfor, Pusident, dan Pusdokkes.
“Direktorat PPA dan PPO memberikan backup terhadap penanganan kasus tersebut, termasuk bantuan teknis dari Puslabfor, Pusident, dan Pusdokkes Polri,” ujar Brigjen Nurul dalam keterangannya, seperti dilansir dari laman Humas Polri.
Bareskrim juga menggandeng berbagai pihak, termasuk Komisi Pelindungan Anak Indonesia (KPAI), Unit Pelaksana Teknis Daerah Pelindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), rumah sakit, hingga lembaga berbasis masyarakat.
Langkah ini bertujuan untuk memastikan respons cepat dan komprehensif terhadap kebutuhan korban, termasuk pendampingan psikologis dan bantuan tenaga profesional demi pemulihan menyeluruh.
Brigjen Nurul menegaskan komitmen Polri dalam menindak tegas setiap bentuk kekerasan seksual serta menjamin proses hukum yang adil dan berpihak kepada korban. Ia juga mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman kekerasan seksual, baik secara fisik maupun digital.
“Dukung korban dengan empati, hindari reviktimisasi, dan dorong akses layanan pemulihan seperti bantuan psikologis, medis, dan hukum,” tegasnya.
Masyarakat yang mengetahui atau mencurigai adanya tindak kekerasan seksual dapat melapor melalui saluran resmi, yaitu Polri di nomor 110, Kementerian PPPA di 129, atau Kementerian Sosial di 1500771.
Kasus ini tengah ditangani oleh Polda Jateng. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio mengungkapkan bahwa pelaku berinisial S (21) diduga memanfaatkan platform digital seperti Telegram dan media sosial untuk memanipulasi para korban yang mayoritas merupakan pelajar.
“Jumlah korban yang teridentifikasi kini telah bertambah menjadi 31 anak di bawah umur. Kami masih mendalami motif pelaku dan terus membuka ruang bagi korban lain untuk melapor,” ujar Kombes Dwi.
Kasus ini menjadi peringatan keras akan pentingnya pengawasan terhadap aktivitas daring anak-anak serta pentingnya edukasi dini mengenai pelindungan diri. Polri dan lembaga terkait terus mengintensifkan langkah hukum dan sosial untuk memastikan keadilan bagi para korban serta mencegah tragedi serupa terulang kembali. (R)