Yogyakarta (buseronline.com) – Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Fauzan menegaskan pentingnya menjaga etika dan integritas dalam audit pendidikan tinggi, meski teknologi kecerdasan buatan (AI) terus berkembang.
Hal ini disampaikannya saat membuka Forum Komunikasi Komite Audit PTN-BH 2025 di Auditorium Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) pada Kamis.
Forum yang bertajuk “Pemanfaatan Artificial Intelligence dalam Kegiatan Audit” ini dihadiri oleh perwakilan perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN-BH) dari seluruh Indonesia, termasuk Universitas Indonesia, ITB, UGM, IPB, Unair, Undip, Unpad, dan Universitas Hasanuddin.
Dalam pidato kuncinya, Wamen Fauzan menyampaikan bahwa audit di lingkungan perguruan tinggi tidak hanya soal administrasi, tetapi juga soal moral dan etika akademik. Ia mengingatkan bahwa teknologi, meski efisien dan akurat, tidak bisa menggantikan kebijaksanaan manusia.
“Audit bukan hanya alat ukur, melainkan cermin etika akademik. Pendidikan tinggi tidak cukup menjadi penonton dalam arus digital. Kita harus menjadi produser, bukan hanya pengguna. AI membuka potensi audit real-time yang transparan, tapi teknologi bukan pengganti kebijaksanaan,” ujar Fauzan.
Ia menambahkan bahwa transparansi dan otomatisasi dalam audit hanya bermakna jika didukung oleh nilai-nilai etis yang kuat. Menurutnya, kepatuhan terhadap standar etika adalah kunci untuk membangun kepercayaan publik.
Ketua Forum Komunikasi Komite Audit PTN-BH, Iwan Triyuwono, juga menekankan bahwa pemanfaatan AI harus sejalan dengan penciptaan generasi yang mampu melampaui kecanggihan teknologi itu sendiri.
“Kita kebanjiran teknologi, itu baik. Tapi kita harus lebih dari itu. Bangsa ini harus jadi inovator, bukan hanya pengguna. Risiko moral adalah ancaman terbesar dalam sistem pendidikan. Maka pendidikan moral harus hadir dari awal hingga ke jenjang doktor,” ujar Iwan.
Sementara itu, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, Sumaryanto, menegaskan pentingnya menjaga nilai budaya sebagai fondasi tata kelola perguruan tinggi. Ia mengibaratkan nilai budaya sebagai “pagar baja” yang lebih kuat daripada aturan formal.
“Kami berkomitmen mengoptimalkan warga lokal dan nilai budaya sebagai pagar utama. Pagar budaya lebih kuat dari pagar baja. Ilmu pengetahuan tak cukup hanya ditulis, tapi juga harus dilakukan. Teori tanpa praktik lumpuh, tapi praktik tanpa teori juga tak akan berkembang,” tegasnya.
Forum ini merupakan bagian dari tindak lanjut hasil rapat koordinasi antara Kemdiktisaintek dengan Kemenko PMK dan kementerian teknis lainnya, di mana isu kecerdasan buatan menjadi agenda strategis lintas sektor.
Di akhir pidatonya, Wamen Fauzan menegaskan bahwa audit digital harus menjadi pondasi peradaban akademik yang berintegritas. “Kemajuan tanpa kendali moral hanyalah percepatan tanpa arah. Audit digital dan AI harus menjadi fondasi peradaban akademik yang berintegritas. Kepercayaan publik dibangun dengan keteladanan, bukan hanya teori,” pungkasnya.
Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk Inspektur Jenderal Pendidikan Tinggi, Rektor Universitas Siber Muhammadiyah, Kepala LLDIKTI Wilayah V, Deputi Kepala BPKP Bidang Polhukam, serta delegasi dari berbagai PTN-BH. (R)