Jakarta (buseronline.com) – Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) resmi menjatuhkan sanksi kepada Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menyusul tindakan diskriminatif yang dilakukan oleh sekelompok suporter saat pertandingan Indonesia melawan Bahrain pada 25 Maret 2025 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta.
Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Arya Sinulingga mengungkapkan bahwa FIFA merujuk pada Pasal 15 tentang tindakan diskriminasi dalam menjatuhkan sanksi tersebut.
“Keputusan FIFA menyatakan bahwa PSSI harus bertanggung jawab terhadap perilaku diskriminatif suporter pada laga kontra Bahrain. Mereka juga menyertakan laporan dari sistem pemantauan anti-diskriminasi FIFA,” kata Arya dalam keterangan resminya, seperti dilansir dari laman PSSI.
Menurut laporan FIFA, insiden terjadi pada menit ke-80 di Sektor 19 Tribun Utara dan Selatan, ketika sekitar 200 suporter meneriakkan kalimat bernada xenofobia terhadap tim Bahrain.
Xenofobia adalah rasa takut, benci, atau tidak suka terhadap orang asing atau yang dianggap berbeda, baik secara budaya, fisik, maupun kewarganegaraan.
Akibat tindakan tersebut, PSSI dijatuhi dua sanksi utama oleh FIFA. Pertama, denda sebesar lebih dari Rp400 juta. Kedua, pembatasan jumlah penonton saat pertandingan lanjutan Grup C Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia antara Indonesia dan Tiongkok yang akan digelar pada 6 Juni 2025 di SUGBK.
“FIFA meminta pengurangan 15 persen jumlah tiket dari kapasitas Tribun Utara dan Selatan. Selain itu, kami juga diwajibkan menyerahkan pemetaan tempat duduk kepada FIFA, paling lambat 10 hari sebelum pertandingan,” ujar Arya.
Meski demikian, FIFA memberikan alternatif agar tribun yang dikosongkan dapat diisi oleh komunitas anti-diskriminasi, pelajar, perempuan, atau keluarga. FIFA juga menginstruksikan pemasangan spanduk anti-diskriminasi selama pertandingan tersebut berlangsung.
Tak hanya itu, FIFA juga meminta PSSI menyusun rencana komprehensif untuk memerangi segala bentuk diskriminasi dalam sepak bola Indonesia.
“FIFA sangat menekankan nilai-nilai kesetaraan, kemanusiaan, dan saling menghargai. Tidak boleh ada ujaran kebencian, rasisme, atau xenofobia di sepak bola,” tegas Arya.
Arya berharap peristiwa ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh elemen sepak bola Indonesia, terutama para suporter. Ia menyerukan perlunya edukasi dan literasi agar dukungan terhadap tim nasional selalu menjunjung tinggi sportivitas dan nilai-nilai kemanusiaan.
“Ini jelas merugikan kita semua. Tapi kita harus bertanggung jawab bersama. Ke depan, kita akan mulai mengambil langkah nyata untuk mendidik suporter agar menjauhi segala bentuk diskriminasi,” pungkasnya. (R)