Jakarta (buseronline.com) – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyerukan pentingnya sinergi antara akademisi, birokrat, dan praktisi dalam mewujudkan sistem ekonomi Islam yang adil, inklusif, dan berlandaskan nilai-nilai syariah. Seruan tersebut disampaikan saat membuka Sarasehan Ekonom Islam yang diselenggarakan oleh Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) di Jakarta, Kamis.
Dalam sambutannya, Sri Mulyani menekankan bahwa sinergi antarpilar tersebut sangat penting untuk membangun sistem ekonomi yang tidak hanya sejalan dengan nilai-nilai Islam secara konseptual, tetapi juga berdampak nyata dalam menciptakan keadilan sosial dan kemakmuran masyarakat.
“Sinergi antara pilar akademisi, birokrasi, dan praktisi bisa membangun sebuah perekonomian yang tidak hanya sejalan dengan value Islam, namun juga menciptakan keadilan yang tidak konseptual tapi realita, dan kemudian menciptakan kemakmuran yang bisa dirasakan,” ujar Sri Mulyani.
Menurut Menkeu, ekonomi syariah memiliki spektrum yang sangat luas, bukan hanya terbatas pada persoalan halal dan haram. Lebih dari itu, ekonomi Islam juga mengedepankan prinsip-prinsip tata kelola yang dilandasi oleh nilai-nilai luhur seperti amanah, integritas, fatonah (kecerdasan), dan siddiq (kejujuran).
“Nilai rahmatan lil alamin di dalam ekonomi syariah memberikan dan mendorong manfaat yang luas bagi masyarakat serta menjadi inspirasi untuk membangun tata kelola yang baik,” tegasnya.
Dalam forum tersebut, Sri Mulyani juga memberikan apresiasi atas kiprah IAEI selama lebih dari dua dekade. Sejak Konvensi Nasional Ekonomi Islam tahun 2004, organisasi ini dinilai berhasil menjembatani dunia akademik dengan kebijakan publik melalui riset dan kajian berbasis nilai-nilai Islam.
“Saya ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada para pendiri IAEI, para senior, serta seluruh jajaran pengurus, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang telah mendedikasikan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membangun dan mengembangkan IAEI,” ujar Menkeu.
Menurutnya, IAEI tidak hanya berkontribusi dalam pengembangan keilmuan ekonomi Islam di dunia kampus, tetapi juga menjadi mitra strategis pemerintah dalam merumuskan kebijakan publik yang mencerminkan prinsip keadilan dan kesejahteraan umat.
Sarasehan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat sinergi lintas sektor dalam pengembangan ekonomi Islam di Indonesia. Dengan melibatkan akademisi sebagai penghasil gagasan, birokrat sebagai perumus kebijakan, serta praktisi sebagai pelaksana di lapangan, sistem ekonomi Islam diharapkan mampu menjadi alternatif yang tidak hanya religius, tetapi juga solutif bagi tantangan zaman.
Program-program seperti penguatan keuangan syariah, pengembangan UMKM berbasis syariah, serta inovasi produk halal dinilai akan semakin efektif jika dilandasi kolaborasi yang erat antara ketiga pilar tersebut. (R)