Jakarta (buseronline.com) – Kementerian Pertanian Republik Indonesia menegaskan komitmennya dalam menjaga stabilitas harga ayam hidup (livebird) di tingkat peternak. Upaya pengendalian produksi secara nasional dilakukan sebagai respons atas penurunan harga ayam yang terjadi di sejumlah wilayah, terutama Pulau Jawa.
Per 13 Mei 2025, harga ayam hidup tercatat sekitar Rp16.500 per kilogram, masih berada di bawah Harga Pokok Produksi (HPP). Bobot ayam yang beredar di pasaran saat ini berkisar antara 1,6 hingga 1,8 kilogram per ekor.
Merespons kondisi tersebut, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menggelar Rapat Koordinasi Perunggasan Nasional pada Kamis di Jakarta. Rapat ini melibatkan Satgas Pangan Polri, dinas peternakan dari enam provinsi sentra produksi, kementerian dan lembaga terkait, serta asosiasi dan perusahaan pembibit ayam ras.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Agung Suganda, menegaskan bahwa pengendalian suplai adalah langkah utama yang diambil pemerintah untuk merespons dinamika harga.
“Kami ambil langkah konkret melalui pengurangan telur tetas (cutting hatching egg) dan afkir dini indukan. Ini merupakan strategi jangka pendek untuk menyeimbangkan suplai dan permintaan ayam di pasaran,” kata Agung.
Berdasarkan data per 14 Mei 2025, realisasi pengurangan telur tetas fertile telah mencapai 13,8 juta butir, setara dengan 11,4 juta anak ayam (DOC) dari target 49,7 juta butir. Sementara itu, 284.062 ekor indukan ayam (Parent Stock) telah diafkir lebih awal dari target 3 juta ekor.
Sebagai bagian dari penyerapan pasar, 17 perusahaan pembibit juga telah menyerap 387.746 ekor livebird dengan rata-rata bobot 2,2 kilogram per ekor dan harga Rp17.286 per ekor.
Hary Suhada, Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Ditjen PKH, menambahkan bahwa pengawasan terhadap breeding farm, distribusi DOC, dan perhitungan kebutuhan ternak di daerah akan ditingkatkan.
“Kami siapkan langkah penguatan pengawasan di lapangan, termasuk optimalisasi check point lalu lintas ternak. Surat resmi ke dinas-dinas provinsi juga segera diterbitkan untuk percepatan pengawasan produksi dan distribusi ayam ras,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya kepatuhan perusahaan pembibit terhadap kebijakan pengendalian, sebagai bentuk tanggung jawab dalam menjaga kelangsungan usaha peternak rakyat.
Satgas Pangan Polri menyatakan komitmennya dalam mendampingi proses pengawasan dan distribusi ayam hidup agar tidak terjadi praktik yang merugikan peternak.
“Kami siap menindak tegas jika ditemukan pelanggaran dalam distribusi yang menyebabkan turunnya harga livebird secara tidak wajar,” ujar perwakilan Satgas Pangan.
Sebagai langkah lanjutan, Kementerian Pertanian mendorong Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk mempercepat revisi Harga Acuan Pembelian (HAP) untuk DOC broiler, livebird, karkas, dan pullet. Selain itu, program penyerapan ayam dari peternak mandiri juga akan diintegrasikan ke dalam program nasional penanganan stunting, bekerja sama dengan ID Food.
Ditjen PKH juga akan menyusun rencana aksi stabilisasi harga dan produksi, sekaligus menjadikan tingkat kepatuhan perusahaan pembibit sebagai indikator dalam evaluasi alokasi GPS (Grand Parent Stock) tahun berikutnya.
Agung Suganda menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa langkah-langkah ini bukan hanya tentang harga semata, tetapi juga menyangkut keberlanjutan peternak rakyat dan pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat.
“Ini bukan hanya soal harga, tetapi tentang keadilan bagi peternak dan ketersediaan protein hewani yang terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya. (R)