Kediri (buseronline.com) – Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek), Fauzan, menegaskan bahwa pendidikan tinggi tidak hanya bertugas mencetak lulusan yang cerdas secara intelektual, tetapi juga harus membentuk karakter dan empati mahasiswa sebagai bekal menghadapi tantangan sosial.
Hal ini disampaikan dalam orasi ilmiahnya pada Wisuda ke-54 (Sarjana) dan ke-35 (Magister) Universitas Islam Kadiri (Uniska), Kediri, Jawa Timur, Minggu.
Dalam pidatonya, Wamen Fauzan menyoroti realitas global saat ini yang diwarnai berbagai isu sosial, politik, dan ekonomi.
Di tengah tantangan tersebut, Indonesia disebut masih memiliki keunggulan demografis berupa surplus Sumber Daya Manusia (SDM) yang diprediksi bertahan hingga tahun 2030. Namun demikian, kualitas SDM Indonesia masih memerlukan peningkatan.
Berdasarkan laporan World Talent Ranking 2023 dari Institute for Management Development (IMD), Indonesia berada di peringkat ke-47 dari 64 negara dalam hal daya saing SDM.
Penilaian ini didasarkan pada indikator investasi pengembangan SDM dalam negeri, kemampuan menarik talenta asing, dan kesiapan SDM secara keseluruhan. Meski sempat merosot akibat pandemi COVID-19, daya saing SDM nasional mulai menunjukkan tren positif.
“Kepintaran tidak cukup. Kita harus memperbaiki akhlak dan karakter diri secara terus-menerus. Inilah yang dibutuhkan masyarakat,” ujar Wamen Fauzan di hadapan para wisudawan, dosen, dan tamu undangan.
Ia menambahkan bahwa pendidikan harus mampu melampaui batas kelas dan teori dengan menjadikan empati serta kepekaan sosial sebagai bagian dari kurikulum pembelajaran.
Hal ini tercermin dalam program unggulan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi bertajuk “Diktisaintek Berdampak” yang menempatkan perguruan tinggi sebagai entitas sosial dan agen perubahan.
“Kita harus meningkatkan sensitivitas dan empati. Atas dasar itu, program Diktisaintek Berdampak mencari cara agar kampus bisa menjadi bagian dari entitas sosial, berperan tunggal sebagai problem solver,” tegas Fauzan.
Ketua Yayasan Bina Cendekia Muslim Pancasila (YBCMP), Anwar Iskandar, dalam sambutannya turut menyampaikan pentingnya nilai dan iman dalam kehidupan seorang akademisi. Ia menekankan bahwa pengetahuan dan teknologi tanpa dibarengi nilai-nilai luhur dapat kehilangan maknanya.
“Dibutuhkan ilmu pengetahuan untuk kemajuan peradaban. Namun, ada sisi lain yang tidak boleh dilupakan ilmuwan, yakni nilai atau value dalam kehidupan,” kata Anwar.
Rektor Universitas Islam Kadiri, Bambang Yulianto, mengungkapkan bahwa Uniska telah mulai menerapkan semangat Diktisaintek Berdampak melalui pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi yang menekankan pentingnya keterlibatan langsung dengan masyarakat.
“Kita ingin mewujudkan Diktisaintek Berdampak secara maksimal melalui Tridarma Perguruan Tinggi. Kampus perlu tahu kondisi lapangan dan memberi dampak secara nyata dari solusi yang diberikan. Kami siap untuk berkolaborasi dengan pemerintah, industri, dan masyarakat,” ujar Bambang.
Mengakhiri orasinya, Wamen Fauzan menyampaikan pesan kepada para wisudawan bahwa proses pendidikan tidak berhenti pada hari wisuda. Menurutnya, fase selanjutnya justru menjadi momen penting untuk mengembangkan kualitas diri dan berkontribusi nyata dalam masyarakat.
“Dalam proses kehidupan, kini Anda berada di titik berusaha untuk mencari makna dan bercita-cita menjadi sukses. Saya harap kita semua bisa melakukan evolusi dalam kehidupan untuk mewujudkan hal itu,” pungkasnya.
Pernyataan ini sekaligus menjadi pengingat bahwa pendidikan tinggi harus terus melahirkan lulusan yang relevan, adaptif, dan berdampak. Melalui semangat Diktisaintek Berdampak, perguruan tinggi diharapkan mampu mendorong transformasi sosial melalui ilmu pengetahuan yang berpihak pada kemanusiaan dan keadilan sosial. (R)