Jakarta (buseronline.com) – Dalam press statement pasca penyampaian Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) di Rapat Paripurna DPR RI.
Menkeu RI Sri Mulyani menegaskan kembali peran KEM PPKF sebagai salah satu fondasi untuk membangun serta menyusun R-APBN 2024.
Menurutnya, hal tersebut tidak terlepas dari berbagai capaian yang dilalui selama 10 tahun terakhir ini di mana Indonesia dalam situasi yang relatif lebih baik.
“Karena memang guncangan-guncangan global yang terjadi, baik itu yang berasal dari pandemi, berasal dari geopolitik, berasal dari climate change, maupun dari disrupsi dari digital ekonomi telah menimbulkan tantangan yang tidak mudah dan tentu mempengaruhi kinerja perekonomian suatu negara,” ujarnya.
Menkeu mengatakan bahwa pemerintah terus mewaspadai berbagai tantangan eksternal tersebut sekaligus berupaya memperbaiki fondasi secara struktural perekonomian Indonesia.
Menkeu juga menyebut sejumlah prioritas kebijakan tahun depan yaitu perbaikan infrastruktur, efisiensi regulasi dan birokrasi, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia.
“Ini yang menjadi latar belakang dan merupakan kerangka bagi kita untuk menyusun kebijakan fiskal sebagai salah satu instrumen makro ekonomi dan arah-arah dari pembangunan nasional yang akan dicapai dengan instrumen APBN,” lanjutnya.
APBN tahun 2024 yang akan disusun bersama DPR merupakan tahun terakhir pada kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin.
Oleh karena itu, Menkeu kembali menegaskan pemerintah akan mengupayakan serta terus fokus menjaga dan meningkatkan kemampuan demi mencapai target ekonomi serta pembangunan nasional.
“Untuk perkembangan ekonomi nasional sendiri dengan pertumbuhan kuartal satu yang cukup baik yaitu di 5,03, inflasi yang menurun, dan neraca pembayaran kita terutama dari sisi ekspor minus impor masih mengalami surplus, ini memberikan dukungan yang cukup baik bagi kita untuk menyusun APBN 2024”, tuturnya.
Namun, pemerintah juga masih terus mewaspadai tren pelemahan global termasuk dampak inflasi global yang tinggi dan suku bunga tinggi terhadap likuiditas yang ketat serta cost of money yang sangat tinggi.
“Inilah yang akan menjadi berbagai tantangan yang harus kita kelola. Nilai tukar rupiah kita harus merefleksikan dinamika tersebut dan tentu saja dari sisi asumsi suku surat berharga negara yang kita harapkan tetap terjaga stabil dengan kebijakan fiskal dan APBN yang makin sehat dan pertumbuhan ekonomi kita yang makin baik,” pungkasnya.