Jakarta (buseronline.com) – Kemendikbudristek RI menggelar Puncak Festival Kurikulum Merdeka di Plaza Insan Berprestasi, Kompleks Kemendikbudristek, Jakarta.
Kegiatan ini diselenggarakan guna meningkatkan gaung kebermanfaatan Kurikulum Merdeka dengan nafas keberlanjutan, kolaborasi, dan berdaya untuk bersama-sama menciptakan pembelajaran berkualitas bagi peserta didik.
Mendikbudristek RI Nadiem Anwar Makarim mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk saling berbagi praktik baik dan mempererat gotong royong dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka secara masif.
Nadiem meyakini prinsip Kurikulum Merdeka yang adaptif dan dapat digunakan dalam berbagai kondisi, sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, fleksibel, sehingga guru dapat leluasa untuk menciptakan pembelajaran, serta berfokus pada kebutuhan murid merupakan kelebihan dan pembeda Kurikulum Merdeka dari kurikulum-kurikulum sebelumnya.
“Setiap anak Indonesia berhak untuk mendapatkan pembelajaran yang jauh lebih berkualitas, jauh lebih menyenangkan, dan jauh lebih bermakna,” terangnya mengenai salah satu tujuan dari Kurikulum Merdeka.
Nadiem mengatakan Kurikulum Merdeka hadir untuk menuntaskan persoalan krisis pembelajaran (learning crisis) yang sudah berlangsung lama ditambah kehilangan pembelajaran (learning loss) akibat Pandemi Covid-19.
Dengan berfokus pada materi pembelajaran yang lebih esensial, menyenangkan, relevan, dan mengutamakan perkembangan kompetensi peserta didik.
Melalui Kurikulum Merdeka, terangnya, tidak ada lagi guru yang diburu-buru untuk menyelesaikan materi pembelajaran.
“Kurikulum Merdeka fokusnya pada pendalaman, bukan kecepatan sehingga tidak ada lagi guru yang diburu-buru menyelesaikan materi karena begitu banyaknya materi yang harus dicakup dan dikuasai,” jelasnya.
Ia mengapresiasi penyelenggaraan Festival Kurikulum Merdeka karena hadirnya berbagai cerita praktik pembelajaran inovatif dari berbagai satuan pendidikan di pelosok Indonesia yang telah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.
Nadiem mengatakan cerita inspiratif tentang penerapan Kurikulum Merdeka, diharapkan dapat mendorong guru untuk mengembangkan pembelajaran yang inovatif dan memberikan ruang kepada para pelajar dalam mengembangkan minat dan potensinya.
“Saya dengar ada Kepala Sekolah TK di Kuningan yang membawa muridnya ke peternakan sapi untuk belajar langsung tentang hewan, alam, dan lingkungan sekitar. Selain itu, ada guru SD di Aceh yang mengajak para muridnya belajar mengelola sampah menjadi pupuk organik untuk menyelesaikan persoalan penumpukan sampah yang ada di sekolah mereka,” ujarnya.
Ia menyampaikan ucapan terima kasih dan memberikan apresiasi kepada para kepala sekolah dan guru yang telah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka di satuan pendidikannya.
Ia mengapresiasi karena keberanian para guru dan kepala sekolah telah berdampak besar dalam memperbaiki kualitas sistem pendidikan, dan melahirkan generasi Pelajar Pancasila.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Anindito Aditomo turut merefleksikan perjalanan Kurikulum Merdeka.
Ia mengungkapkan bahwa penerapan Kurikulum Merdeka dengan baik adalah sebuah proses belajar untuk mengubah cara pandang dan praktik pembelajaran, dari mengajar sebagai menyelesaikan materi yang ada di kurikulum, menuju paradigma yang lebih berorientasi pada murid.
“Karena ini adalah proses yang membutuhkan waktu, Kemendikbudristek menerapkan Kurikulum Merdeka secara bertahap. Mulai dari pengembangan prototipenya pada tahun 2020. Kemudian uji coba di sekitar 3.000 satuan pendidikan pada tahun 2021, penerapan secara sukarela pada tahun 2022, yang diikuti 140 ribu satuan pendidikan, dan penerapan sukarela lagi pada tahun ini, yang insya Allah akan diikuti lebih banyak lagi, yaitu 160 ribuan satuan pendidikan,” terangnya sambil mengungkapkan bahwa tahun ini sekitar 70 persen satuan pendidikan sudah akan menerapkan Kurikulum Merdeka.
Anindito mengatakan proses ini menjadi penting, sehingga tahun depan ketika Kurikulum Merdeka ditetapkan sebagai kurikulum nasional, sebagian besar sekolah sebenarnya sudah secara sukarela berganti dari Kurikulum 2013 ke Kurikulum Merdeka.
Ia mengingatkan bahwa perubahan ke Kurikulum Merdeka hanyalah permulaan, awal dari proses untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
“Jangan sampai perubahan kurikulum berhenti pada formalitas dan status administratif belaka. Itu hal terakhir yang kita inginkan. Perubahan kurikulum harus dimaknai sebagai momentum untuk belajar menjadi guru, belajar menjadi kepala satuan pendidikan, yang lebih reflektif dan terus meningkatkan kualitas pembelajaran,” tegasnya.
Sebagai penutup, Mendikbudristek turut mengajak seluruh masyarakat untuk memastikan Kurikulum Merdeka bisa diterapkan oleh semua satuan pendidikan di Indonesia.
“Dengan diselenggarakan Festival Kurikulum Merdeka, mari kita memperkuat semangat, mengakselerasi pemulihan krisis pembelajaran, dan memberikan kemerdekaan yang sebesar-besarnya untuk para guru dan peserta didik kita,” kata Mendikbudristek.