Jakarta (buseronline.com) – Sederet keluhan pendidikan kedokteran sampai ke perizinan praktik dokter dan dokter spesialis dibuka Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin.
Mulai dari bullying hingga sulitnya menjadi dokter spesialis. Menurutnya, persoalan tersebut yang membuat jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga kesehatan Indonesia masih jauh dari kata ideal.
Akibatnya, angka kematian tinggi. Misalnya, anak dengan penyakit jantung bawaan, 14 ribu tidak tertolong karena kurangnya SDM dokter spesialis.
”Masalah bullying, ini saya mau share yang saya dengar, orang bilang oknum, tapi kalau saya tanya jujur yang mengeluh semua banyak sekali, kenapa sih harus dibully? Beliin apalah, sediain makanan, kadang nyiapin lapangan bola, beliin sepatu, wah segala macam,” kata Menkes dalam diskusi bersama dokter residen atau dokter calon spesialis, Senin (5/12/2022).
Selain bullying, biaya untuk masuk Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) juga menjadi kendala tersendatnya jumlah produksi dokter spesialis.
Mereka juga tidak mendapatkan jasa praktik lantaran berbasis pendidikan. Kenyataan sebaliknya malah ditemukan di luar negeri.
”Di seluruh negara dibayar loh dokter residen, kenapa di kita mesti tidak dibayar, karena kita university base. Tidak banyak negara yang spesialisnya di university base, jadi orang ikut sekolah ya dibayar, tapi pendekatan di luar negeri dokter calon spesialis itu ya hospital based, kerja di RS, jadi mereka dibayar,” ungkapnya.
Tidak berhenti dibiaya saja namun proses masuk PPDS disebutnya juga ruwet. Menkes Budi mengaku kerap mendapatkan banyak permintaan rekomendasi untuk dokter residen.
Bukan tanpa sebab, kebanyakan dari mereka khawatir kalah saing dengan calon dokter spesialis anak Profesor.
”Surat izin STR, SIP, itu banyak yang mengeluh ke saya, oh saya spesialis pak, tapi mau masuk satu kota susah pak karena gak dikasih rekomendasi sama yang di sana, saya sering denger tuh, kalau tidak dikasih rekomendasi, jadi dikasihnya ke tempat lain,” tuturnya mengakhiri.