Semarang (buseronline.com) – Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri Jawa Tengah Kampus Semarang mendeklarasikan sebagai sekolah ramah anak di lapangan sekolah, Jalan Brotojoyo, Jumat.
Kepala SMKN Jawa Tengah Kampus Semarang Hardo Sujatmiko memimpin langsung pendeklarasian yang diikuti guru, karyawan, siswa dan lainnya.
Kemudian, dari pihak sekolah, komite sekolah, hingga siswa melakukan penandatanganan, sebagai bentuk kesepakatan untuk melengkapi prosesi deklarasi tersebut.
“Deklarasi sekolah ramah anak (dilakukan) karena basicnya sekolah asrama. Yang notabenenya harus mewujudkan. Jangan terjadi bullying, pelecehan seksual, dan terjadi perbuatan intoleransi,” katanya saat ditemui di lokasi acara.
Menurutnya, deklarasi itu sebenarnya merupakan tindak lanjut dari program pemerintah, untuk pencegahan pelecehan seksual dan pencegahan bullying di sekolah atau satuan pendidikan. Hal tersebut merupakan langkah pemerintah supaya setiap sekolah melakukan hal yang sama.
“Sudah ada penandatanganan integritas. Mulai dari kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, semua tanda tangan bikin pernyataan, satu integritas dari sekolah untuk pencegahan, anti bullying, anti pelecehan di satuan pendidikan. Baru ini ada pendeklarasian sekolah ramah anak,” ujarnya.
Ia mengatakan sekolah ramah anak sangat perlu ditekankan pada sekolah dengan sistem asrama atau boarding school, seperti SMKN Jawa Tengah.
Karena fungsi guru tidak menjadi guru semata (teaching), tapi ada fungsi orang tua (parenting), dan pendamping (coaching).
Selain juga pendampingan anak dari berbagai permasalahan, ada kepala sekolah, karyawan, guru, yang menjadi model mereka.
“Jadi tidak hanya mengajar, selesai, di boarding tidak demikian. Tapi ada konsep parenting, sangat penting, karena berbagai latar belakang siswa, asal yang berbeda, masalah yang beda, jauh dari orang tua,” tuturnya.
Seorang siswa, Debi Nurhayati antusias dengan adanya pendeklarasian sekolah ramah anak di SMKN Jawa Tengah, karena hal itu akan membantu dalam pengembangan siswa. Sebab, siswa yang terbiasa dengan kekerasan, dapat mengganggu perkembangan siswa.
“Di sekolah diajarkan untuk saling toleransi. Seperti sekolah tidak boleh membeda-bedakan. Di sini juga banyak siswa yang (beragama) non-Islam, di sini kami tetap berteman satu-sama lain, di sini juga diterapkan larangan berat, salah satunya dilarang berkelahi. Ini kan termasuk tindakan kekerasan. Di sini, sangat dilarang,” kata siswi kelas XII ini. (R)