Takengon (buseronline.com) – Klaim 132 masyarakat Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah yang mengaku rumah dan tanah miliknya belum diganti rugi oleh tim pembebasan lahan pembangunan mega proyek PLTA Peusangan 1 dan 2 pada tahun 1998-2000 lalu oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah sebaiknya ditempuh melalui jalur hukum.
SRM Perijinan pertanahan dan komunikasi PLN UIP SBU sekaligus juru bicara PLN Cokky Anthonius Feri Yuska B menjelaskan, PLN adalah perusahaan negara yang membangun atas amanah negara dan untuk kemaslahatan masyarakat serta dalam menjalankan semua tugas dan fungsinya selalu berasaskan hukum dan ketentuan/peraturan yang berlaku.
“Begitu juga dalam hal melakukan pembayaran, kami dari PLN tidak pernah menolak atau menghalangi hak hak warga, selalu siap dan tidak berkeberatan untuk membayar lahan tersebut berapapun nilainya sepanjang ada alas hukumnya, pasti akan dibayar oleh PLN,” ucap Cokky di Medan, Jumat (24/11/2023).
Untuk masalah di Aceh Tengah, kata Cokky, berdasarkan apa yang disampaikan perwakilan masyarakat di media, itu sudah menunjukan bahwa masyarakat memahami proses pengadaan lahan yang telah berlangsung, dimulai adanya dokumen tahun 2000 selanjutnya terbentuknya tim klarifikasi, verifikasi dan validasi sampai dengan terbitnya berita acara yang menyatakan bahwa seluruh lahan telah terbayar.
Dijelaskan pula bahwa terkait dengan yang disampaikan oleh salah satu perwakilan yang menyatakan bahwa pengukuran belum dilakukan oleh PLN, sebenarnya PLN telah menyurati pihak berkompeten dalam bidang pengukuran lahan. Karena pada prinsipnya, PLN tidak memiliki wewenang atau kompetensi dalam bidang mengukuran lahan.
“PLN UIP SBU selama ini sudah bertindak proaktif dan senantiasa memfasilitasi setiap kegiatan perwakilan masyarakat dalam hal memperjuangkan hak haknya, termasuk mempertemukan dengan pihak Kejaksaan Tinggi Aceh bidang Datun dan Forkopimda Aceh Tengah dan lain lain,” jelasnya.
Jubir PLN ini juga membeberkan, atas permintaan perwakilan masyarakat PLN telah meminta pandangan hukum terkait permasalahan tersebut ke Kejaksaan Tinggi Aceh, dimana pihak kejati Bidang Datun bahkan sudah turun ke lokasi yang dipermasalahkan dan berdiskusi langsung dengan sejumlah pihak, baik di lokasi maupun di kantor Kejati.
“PLN dalam hal sangat terbuka dan menunjukan komitmennya untuk mendukung dan memfasilitasi kegiatan masyarakat dalam memperjuangkan hak haknya, walau sampai saat ini pekerjaan di lokasi tersebut masih belum dilaksanakan karena masih diblokir oleh masyarakat,” beber Cokky.
Ditegaskannya pula, dalam pandangan hukum tersebut bahwa jika masyarakat merasa rumah dan tanah mereka belum dibayarkan, silahkan menempuh jalur pengadilan untuk membuktikan kebenaran sesuai dengan proses hukum yang berlaku.
“Berdasarkan semua alat bukti dan pandangan hukum yang ada terkait rumah beserta tanah, kami dari PT PLN (Persero) tidak bisa melakukan pembayaran atas klaim masyarakat. Karena tidak ada satu pun, baik itu dari pemerintah daerah maupun jaksa pengacara negara dalam hal ini Asdatun Kejaksaan Tinggi Aceh yang membenarkan pembayaran atas rumah dan tanah milik 132 masyarakat di Kecamatan Silih Nara,” terang Cokky.
Untuk itu, sambungnya, saat ini PLN berharap dan berupaya agar pembangunan PLTA tetap berjalan dengan tetap menjamin hak-hak masyarakat. Karena masyarakat juga bagian dari PLN, diharap tidak ada lagi kegiatan dengan tujuan menghentikan kegiatan pembangunan
“Artinya, bila memang benar apa yang diklaim masyarakat bisa dibuktikan secara hukum, PLN pasti akan membayarnya. PLN tidak pernah menolak atau menghalangi hak warga. Berapapun nilainya sepanjang ada alas hukumnya pasti akan dibayar PLN (PLN juru bayar),” tukasnya.
Dikatakannya juga, bahwa PLN dalam memutuskan permasalahan tersebut selalu mengikuti kaidah-kaidah hukum seperti berkoordinasi dengan pihak forkopimda, termasuk juga pandangan hukum dari Kejaksaan Tinggi Aceh. (P2)