26 C
Medan
Sabtu, November 23, 2024

Puncak Kemarau Mundur, BMKG Prediksi Wilayah yang Bisa Hadapi Cuaca Lebih Panas

Berita HariIni

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Jakarta (buseronline.com) – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Republik Indonesia (RI) menyebut kemungkinan musim kemarau di banyak wilayah Indonesia mundur menjadi Juli hingga Agustus 2024.

Daerah Khusus Ibukota Jakarta hingga Banten termasuk wilayah dengan tren bergesernya awal kemarau dibandingkan tahun sebelumnya.

Terdapat sejumlah wilayah yang memasuki wilayah kemarau di bawah normal, alias curah hujan menjadi lebih sedikit dibandingkan wilayah-wilayah lain yang masuk musim kemarau normal.

Menghadapi situasi kekeringan lebih tinggi dan risiko cuaca lebih panas. Sebagai catatan, jika berkaitan dengan sifat hujan, musim dibedakan menjadi tiga kategori.

Pertama atas normal, saat curah hujan lebih dari 115 persen terhadap rata-ratanya.

Kedua, normal alias curah hujan berada di 85 persen hingga 115 persen pada rata-rata.

Ketiga di bawah normal, saat nilai curah hujan kurang dari 85 persen.

Menurut Kepala BMKG RI Prof Ir Dwikorita Karnawati MSc PhD, sayangnya ada 60 zona musim atau lebih dari 8 persen musim kemarau terjadi di bawah normal.

“Terdapat 60 ZOM atau 8,73 persen yang diprediksi akan bersifat bawah normal,” kata Dwikorita, dalam siaran pers di Jakarta.

Adapun wilayah yang diprediksi mengalami sifat musim kemarau di bawah normal meliputi:
– Sebagian kecil Aceh
– ⁠Sebagian kecil Sumatera Utara
– ⁠Sebagian kecil Riau
– ⁠Sebagian Kepulauan Bangka belitung
– ⁠Sebagian Jawa Timur
– ⁠Sebagian Kalimantan Barat
– ⁠Sebagian Sulawesi Selatan
– ⁠Sebagian Sulawesi Selatan
– ⁠Sebagian Sulawesi Tenggara
– ⁠Sebagian Sulawesi Tengah
– ⁠Sebagian NTT
– ⁠Maluku Utara
– ⁠Sebagian Papua Barat
– ⁠Sebagian Papua Tengah
– ⁠Sebagian Papua Selatan.

BMKG meminta masyarakat dan pemerintah daerah lebih antisipatif menyikapi kemungkinan kemarau yang bisa berlangsung lebih kering dari biasanya.

Pemerintah daerah, disebut Dwikorita, dapat lebih optimal melakukan penyimpanan air pada akhir musim hujan ini untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan. (R3)

Berita Lainnya

Berita Terbaru