Sulteng (buseronline.com) – Tim Divisi Hukum (Divkum) Polri dipimpin Brigjen Pol Dr Rakhmad Setyadi SIK SH MH memberikan penyuluhan hukum tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Hak Asasi Manusia (HAM) kepada personel Polda Sulteng di Ruang Rupatama.
Penyuluhan hukum yang dihadiri pejabat utama Polda Sulteng secara tatap muka dan Kapolres Kapolresta secara virtual zoom meeting dibuka Wakapolda Brigjen Pol Soeseno Noerhandoko SIK mewakili Kapolda Sulteng.
“Sebagaimana yang kita ketahui bersama, Undang Undang Nomor 1 tahun 2023 tentang KUHP merupakan wujud dari KUHP terbaru yang terdiri dari 37 BAB, 624 Pasal dan 345 halaman,” kata Brigjen Pol Soeseno Noerhandoko saat membaca amanat Kapolda Sulteng.
Dimana substansi dari KUHP ini mengusung paradigma keadilan restoratif dengan adanya alasan pembenar, alasan pemaaf, dan peniadaan pemidanaan untuk kasus tertentu dalam hal membela diri atau untuk kepentingan umum, serta klausul untuk mengedepankan keadilan daripada kepastian hukum jika keduanya berbenturan.
Hal ini kata Brigjen Pol Soeseno Noerhandoko, perlu menjadi acuan kita bersama, karena Polri merupakan Institusi penegak hukum dilini terdepan dalam menghadapi tuntutan masyarakat yang menginginkan kepastian hukum serta pemenuhan rasa keadilan dalam penyelesaian perkara atau konflik.
“Masyarakat saat ini semakin kritis dengan adanya perkembangan Teknologi Informasi yang semakin canggih sehingga perlu adanya transparansi hukum oleh pemerintah,” tuturnya.
Sementara, Brigjen Pol Rakhmad Setyadi membacakan sambutan Kadivkum Polri mengungkapkan, Salah satu penjabaran tugas Pokok Polri terkait penegakan hukum yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya,
“Hal ini menjadikan Polri sebagai pelaksana dan penegak dari seluruh undang-undang yang memuat tindak pidana, serta menjadikan Polri sebagai gerbang awal dari sistem peradilan pidana,” ujarnya.
Brigjen Pol Rakhmad Setyadi mengatakan, Polri menjadi institusi penegak hukum yang terdepan dituntut masyarakat untuk memberikan kepastian hukum dan memenuhi rasa keadilan dalam penyelesaian konflik atau perkara, terlebih di tengah masyarakat yang semakin kritis, melek informasi, dan melek hukum, yang rajin meviralkan dan menggugat praperadilan terhadap penegakan hukum Polri.
“Dengan penegakan hukum sebagai “Core Value”, seharusnya menjadikan seluruh jajaran Polri (tidak hanya penyidik), untuk rajin dan proaktif mengaktualisasi diri dalam meningkatkan kompetensi dan pemahaman terhadap produk hukum aktual terkait tugas Polri,” pintanya.
Salah satu produk hukum teraktual dan vital bagi Polri yaitu UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, yang bersama dengan KUHAP merupakan “guidance/ manual book” dalam proses penegakan hukum yang dilakukan penyidik Polri.
KUHP Baru penting untuk terus disosialisasikan sampai dengan pemberlakuannya pada Januari 2026, karena banyak mengusung hal baru dalam pemidanaan yang berimplikasi pada proses penyidikan Polri, antara lain KUHP Baru mengusung misi “rekodifikasi” yaitu mengembalikan “fitrah” KUHP sebagai buku induk seluruh aturan tindak pidana, dan mencabut berbagai pasal tindak pidana di UU lain.
“Selain aktualisasi terhadap produk hukum aktual terkait tugas Polri dalam penegakan hukum, seluruh jajaran Polri dituntut pemahaman terhadap perlindungan HAM baik dalam pelaksanaan tugas maupun tindakan kepolisian, mengingat Polri di Tahun 2023 kembali menjadi institusi yang paling banyak dilaporkan ke Komnas HAM terkait pelanggaran HAM,” ujar Rakhmad Setyadi.
Pasal 19 ayat (1) UU Polri jelas menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan tugas dan wewenang, pejabat Polri senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum, mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi HAM. (R)