Busan (buseronline.com) – Perwakilan Republik Indonesia di Seoul, Korea Selatan yang menggelar Program Magang Budaya untuk lima orang akademisi ataupun praktisi kebudayaan terpilih dari Indonesia pada tanggal 1 April sampai 30 Juni 2024 di Busan University of Foreign Studies.
Keseluruhan pelaksanaan kursus singkat bertempat di Aula Busan University of Foreign Studies. Salah satu pelatihan, yaitu batik, telah dimulai sejak tanggal 7 Mei 2024, dan disampaikan secara lugas dan interaktif oleh Frangky Kurniawan, seorang peserta Magang Budaya yang berprofesi sebagai guru dan praktisi seni dari Jember, Jawa Timur.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Seoul Amaliah Fitriah mengungkapkan kebanggaannya karena batik dapat diajarkan kepada masyarakat Korea Selatan. “Batik adalah salah satu warisan budaya Indonesia yang kaya dan sarat makna. Dengan memperkenalkan batik di Korea Selatan, kita tidak hanya mempromosikan seni dan budaya kita, tetapi juga memperkuat ikatan persahabatan antara kedua negara,” jelas Amaliah saat mengunjungi lokakarya batik.
Frangky Kurniawan terpilih untuk mengajarkan proses pembuatan batik dengan berbagai teknik kepada masyarakat Korea Selatan. “Kami ingin memastikan bahwa seni batik bisa dinikmati dan dipelajari oleh siapa saja, tanpa batasan usia atau latar belakang,” ucap Frangky.
Selain kursus singkat yang diselenggarakan oleh Indonesia Centre, berbagai kegiatan pendukung seperti lokakarya dan pameran batik juga diadakan. Lokakarya bertujuan untuk memberikan pengalaman langsung dalam pembuatan batik, sementara pameran menampilkan karya-karya batik yang indah untuk menarik minat masyarakat mancanegara.
Wakil Direktur Indonesia Centre Ni Made Rieke Elitasari turut berperan aktif dalam mendukung dan mengawasi pelaksanaan program ini. Rieke juga membantu penyampaian materi dalam bahasa Korea, memastikan bahwa peserta dapat memahami dengan baik setiap tahapan proses pembuatan batik.
“Mengenalkan batik melalui fashion sangat tepat bagi warga Korea Selatan, karena fashion sangat identik dengan budaya Korea Selatan,” ujar Rieke saat sesi persiapan kursus singkat.
Sebagai bagian dari strategi diplomasi budaya, pengenalan batik kepada masyarakat mancanegara seperti Korea Selatan memerlukan pemahaman mendalam tentang budaya setempat dan penyesuaian cara penyampaiannya.
Frangky memilih motif Mugunghwa (Hibiscus syriacus) sebagai bagian dari materi pengajaran. Mugunghwa, yang merupakan bunga nasional Korea Selatan, sering dijumpai dalam berbagai simbol kenegaraan, menjadikannya pilihan yang tepat untuk memperkenalkan batik kepada masyarakat Korea Selatan.
Motif Mugunghwa dipilih untuk memudahkan penerimaan batik oleh masyarakat Korea Selatan serta sebagai simbol harapan akan persahabatan yang erat antara Indonesia dan Korea Selatan. “Dengan menggunakan motif Mugunghwa, kami berharap batik tidak hanya menjadi seni yang diapresiasi, tetapi juga menjadi jembatan yang menghubungkan dua budaya yang berbeda,” jelas Frangky.
Program ini juga melibatkan pengenalan batik di kelas-kelas yang berhubungan dengan kebudayaan Indonesia di Busan University of Foreign Studies. “Kami ingin memastikan bahwa pengetahuan tentang batik tidak hanya bersifat praktis, tetapi juga akademis, sehingga mahasiswa dapat memahami konteks sejarah dan budaya di balik seni batik,” kata Rieke.
Dengan beragam inisiatif ini, KBRI Seoul dan Indonesia Centre berharap dapat meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap budaya Indonesia di Korea Selatan, serta memperkuat hubungan diplomatik dan persahabatan antara kedua negara. “Batik adalah lebih dari sekadar kain; ini adalah bagian dari identitas kita. Melalui program ini, kami berharap bisa berbagi sebagian dari jiwa Indonesia dengan masyarakat Korea Selatan,” tutup Amaliah.
Sebagai informasi, Program Magang Budaya merupakan hasil kolaborasi Direktorat Jenderal Kebudayaan (Ditjenbud), Kemendikbudristek, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Seoul (KBRI Seoul), Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) serta Indonesian Centre di Busan University of Foreign Studies (IC-BUFS).
Saat berita diturunkan, pelaksanaan kursus masih berlangsung. Tercatat, sebanyak kurang lebih 100 orang yang merupakan mahasiswa dan civitas Busan University of Foreign Studies maupun mahasiswa internasional dari kampus lain serta masyarakat umum antusias mengikuti kursus meski waktunya singkat. (R)