26 C
Medan
Jumat, November 22, 2024

SkillsIndonesia 2045: Menciptakan Masa Depan Pendidikan Vokasi

Berita HariIni

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Jakarta (buseronline.com) – Dalam upaya mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 melalui pendidikan vokasi, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) baru-baru ini menggelar Rembuk Pendidikan Vokasi dengan tema SkillsIndonesia 2045.

Tujuan utama dari Rembuk Pendidikan Vokasi ini adalah untuk menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul, kompeten, dan berdaya saing. Dengan perkembangan teknologi yang pesat dan dinamika ekonomi global yang terus berubah, kegiatan ini berusaha menyesuaikan pendidikan vokasi dengan kebutuhan dunia kerja.

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kiki Yuliati menjelaskan bahwa salah satu tanggung jawab Kemendikbudristek adalah mempersiapkan Generasi Emas 2045. Kiki menekankan pentingnya pendidikan vokasi yang responsif, relevan, inklusif, inovatif, dan efektif untuk menghadapi tantangan saat ini.

SkillsIndonesia 2045 dirancang untuk merespons secara cepat dan relevan terhadap perubahan dalam dunia kerja. Kiki Yuliati menambahkan bahwa sistem pendidikan vokasi harus mampu memantau dan menganalisis pergeseran pasar tenaga kerja dan perubahan kebutuhan keterampilan. Ini akan memastikan bahwa program-program pendidikan vokasi dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang ada.

Kiki juga menggarisbawahi prinsip dasar dari SkillsIndonesia 2045, yaitu inklusif, non-diskriminatif, dan memastikan akses pendidikan untuk semua warga Indonesia. Dia menekankan bahwa pendidikan berkualitas secara global dalam Sustainable Development Goals (SDGs) bertujuan untuk menjamin kualitas pendidikan yang merata dan meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat.

Selain itu, Kiki menyebutkan pentingnya integrasi kebijakan pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan dalam pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi perlu beralih dari penguasaan keterampilan sempit ke kompetensi berbasis luas dan kemampuan untuk belajar hal-hal baru. Ini termasuk pengembangan keterampilan hijau dan program keahlian untuk mendukung transisi menuju ekonomi hijau.

Kiki Yuliati juga menekankan perlunya penguatan soft skills agar peserta didik dapat beradaptasi dengan lingkungan global dan menyelesaikan masalah kompleks yang dihadapi di tempat kerja.

Dalam kesempatan yang sama, Plt Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI), Uuf Brajawidagda mengatakan bahwa di empat tahun pertama Mitras DUDI, di level nasional telah diluncurkan 197 skema okupasi, 1 juta 38 ribu alumni SMK berpartisipasi di penelusuran lulusan.

Di level wilayah, kata Uuf, telah terbentuk ekosistem kemitraan yang mencakup 27 provinsi, dan berbagai ikhtiar lain yang menghasilkan lebih dari 8200 kesepakatan, memetakan potensi wilayah, memetakan potensi wilayah di seluruh provinsi.

“Upaya dan kerja keras telah dilakukan oleh satuan pendidikan vokasi. Namun demikian, terbangunnya ekosistem kemitraan pendidikan vokasi yang berkelanjutan dan organik di setiap satuan pendidikan vokasi untuk mewujudkan keselarasan yang berkualitas tinggi dengan dunia kerja masih perlu terus kita perjuangkan,” ujar Uuf.

Dalam laporannya, Uuf menyampaikan beberapa hasil studi atau kajian yang telah dilakukan oleh Mitras DUDI. Di antara studi-studi tersebut adalah (1) studi keselarasan SMK dengan potensi ekonomi daerah di 38 provinsi di Indonesia (2023); (2) studi tentang future of jobs yang sedang dalam proses; (3) hasil-hasil pelaksanaan ekosistem kemitraan di 27 provinsi yang sedang tahap finalisasi; (4) studi kasus di 7 kawasan ekonomi khusus dan kawasan industri terpadu untuk memahami fenomena keselarasan berbasis kekhususan dan keunikan wilayah (2024); dan (5) tracer study kebekerjaan dan mobiltas lulusan SMK (2023-2024).

“Dari studi keselarasan yang pertama di 38 provinsi tersebut diperoleh gambaran makro bahwa keselarasan masih bervariasi di antara daerah ketika kita membandingkan potensi ekonomi daerah dan konsentrasi keahlian di SMK. Yang terdapat pada SMK di hampir semua daerah, dan hanya di beberapa daerah menunjukkan keselarasan yang cukup tinggi, seperti di Bali dan Kepulauan Riau,” ucapnya.

Uuf menambahkan, secara umum hasil kajian menunjukkan terdapat tren yang konsisten, dari enam komponen sistem satuan pendidikan vokasi, yaitu kurikulum, pembelajaran, pendidik dan tenaga kependidikan (PTK), peserta didik, sarana dan prasarana (sarpras), dan kemitraan. Kelemahan keselarasan justru terjadi pada tiga komponen sistem yang menjadi penciri khusus pendidikan vokasi, yaitu komponen PTK, sarpras, dan kemitraan.

“Dari ketiga komponen tersebut, lemahnya komponen kemitraan satuan pendidikan vokasi dengan DUDI menjadi fenomena yang menarik dan perlu mendapat perhatian lebih,” kata Uuf.

Ia mengatakan bahwa untuk membangun kemitraan yang baik antara satuan pendidikan vokasi dan DUDI, dibutuhkan komitmen dan kesungguhan semua pihak, terutama pihak DUDI, baik dari sisi cara pandang, keberadaan, keterjangkauan, kesesuaian kompetensi, kualifikasi, maupun kebersediaan DUDI yang bersangkutan.

“Keseluruhan keunikan tersebut menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kemitraan satuan pendidikan vokasi dengan DUDI, perlu adanya pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pihak terkait, dan pengelolaan kemitraan yang lebih profesional dan terorganisir,” imbuhnya.

Dalam kegiatan Rembuk Pendidikan Vokasi SkillsIndonesia 2045 juga diadakan sesi pameran, sebanyak 41 stan pameran yang terdiri dari 7 stan Kementerian/Lembaga; 30 stan industri yang berasal dari 6 sektor industri yaitu Industri Kreatif, Hospitality, Bidang Konstruksi dan Manufaktur, Bidang Bisnis Digital, Bidang Retail, Agroteknologi, Pertanian, dan Perikanan; serta 4 stan yang berasal dari Kawasan Ekonomi Khusus. (R)

Berita Lainnya

Berita Terbaru