30 C
Medan
Jumat, November 22, 2024

Tantangan Pendidikan Dasar dan Menengah Jadi Bahasan Penting JWG Indonesia-Filipina

Berita HariIni

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Bali (buseronline.com) – Kemendikbudristek RI bersama tiga lembaga pendidikan Filipina, yakni the Commission on Higher Education (CHED), the Department of Education (DepEd), dan the Technical Education and Skills Development Authority (TESDA), mengadakan Kelompok Kerja Bersama (Joint Working Group/JWG) ke-6 di bidang pendidikan pada 23-25 Juli 2024 di Bali. Pertemuan ini menandai komitmen kedua negara untuk meningkatkan kerja sama di sektor pendidikan yang mencakup berbagai jenjang, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan vokasi.

Staf Ahli Mendikbudristek Bidang Manajemen Talenta Tatang Muttaqin menyampaikan bahwa JWG ini adalah pertama kalinya Kemendikbudristek mengadakan pertemuan secara berurutan dengan ketiga kementerian pendidikan di Filipina. “Dengan format baru ini, pertemuan ini akan lebih efisien dari segi waktu dan memberikan pendekatan holistik terhadap kerja sama pendidikan dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi dan kejuruan,” ucap Tatang, seperti dilansir dari Kemendikbudristek.

Diskusi hari pertama JWG menyoroti pendidikan dasar dan vokasi. Tatang menjelaskan bahwa kedua negara berencana meningkatkan kerja sama dalam berbagai bidang seperti pengembangan kurikulum, pelatihan guru, dan peningkatan kualitas pendidikan vokasi. Selain itu, Indonesia dan Filipina akan berbagi praktik terbaik dalam literasi dan pembelajaran bahasa, termasuk promosi Bahasa Indonesia di Filipina. Hal ini diharapkan dapat mempererat hubungan kedua negara melalui pendidikan.

Pada sesi kebijakan pendidikan dasar dan menengah, Arika Novrani dari Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, memaparkan inisiatif “Merdeka Belajar” yang melibatkan kolaborasi antara orang tua, masyarakat, dan sekolah dalam proses pembelajaran siswa. “Kolaborasi ini mencakup pengembangan profil siswa dan program pendidikan individual dengan komunikasi yang transparan dan positif di semua bidang sehingga kolaborasi antara semua pihak dapat memberikan hasil yang produktif dan meningkatkan kualitas pendidikan,” kata Arika. Ia juga menekankan bahwa sekolah membagikan kurikulum kepada orang tua dan masyarakat agar mereka dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

Margarita Consolacion C Ballesteros Direktur IV Bagian Kerja Sama Internasional DepEd Filipina, menjelaskan implementasi kurikulum K-12 di Filipina yang menambah durasi pendidikan dasar dari 10 menjadi 12 tahun. Kurikulum ini bertujuan memperkuat sistem pendidikan dasar dan menandai momen penting dalam lanskap pendidikan Filipina. “Sebelum implementasi kurikulum K-12, Filipina adalah salah satu dari tiga negara yang hanya memiliki 10 tahun pendidikan dasar,” ungkap Margarita. Dengan kurikulum baru ini, diharapkan siswa Filipina mendapatkan pendidikan yang lebih komprehensif dan siap menghadapi tantangan global.

Pada sesi asesmen siswa, Nur Rofika Ayu Shinta Amalia dari Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) memaparkan Kurikulum Merdeka yang berpusat pada siswa, dengan fokus pada pembelajaran berdiferensiasi yang mengakomodasi bakat dan minat serta pengembangan karakter siswa. “Sejak diterapkan di lebih dari 300.000 sekolah di seluruh Indonesia, kurikulum ini telah menunjukkan peningkatan signifikan dalam hasil belajar membaca dan matematika pada penilaian nasional 2021-2023 yang dilakukan oleh Kemendikbudristek,” tutur Shinta. Kurikulum Merdeka juga bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan siswa.

Sementara itu, Joy Pangilinan dari DepEd Filipina menjelaskan tentang alat penilaian untuk berbagai tingkat pendidikan baik nasional maupun internasional di Filipina. Ia mengatakan bahwa semua penilaian di Filipina terdiri dari mekanisme internal dan eksternal. “Penilaian sistem di Filipina bertujuan untuk mengukur efektivitas sistem pendidikan, dirancang untuk menentukan sejauh mana tujuan sistem tercapai di seluruh wilayah, bidang kurikuler, dan peserta didik, serta menyediakan bukti dan data untuk pemantauan dan evaluasi,” kata Joy.

Diskusi tentang pendidikan vokasi menyoroti pentingnya peran guru dalam pendidikan berkualitas dan pengembangan keterampilan khusus. Wardani Sugiyanto dari Direktorat Sekolah Menengah Kejuruan memaparkan bahwa terdapat 1.208 sekolah di Indonesia yang memiliki program keahlian asisten perawat dan caregiver, dengan mayoritas siswa berasal dari SMK swasta. “Jumlah siswa yang mendaftar program keahlian asisten perawat dan caregiver sebanyak 66.075 orang, dan dari jumlah tersebut 85% atau 56.171 orang bersekolah di SMK swasta,” ujar Wardani. Ia juga menambahkan bahwa Jawa Barat merupakan provinsi dengan konsentrasi SMK terbanyak yang memiliki program ini, dengan total 214 SMK dan 14.955 siswa yang mendaftar.

Pada sesi peningkatan keahlian guru, Ferry Maulana Putra dari Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan menekankan pentingnya pengembangan berkelanjutan bagi guru dalam berbagai fase karir mereka, yaitu prajabatan, dalam jabatan, dan pasca jabatan. “Pendekatan multi cabang ini bertujuan untuk membentuk tenaga pengajar yang kompeten dan termotivasi, yang memprioritaskan pembelajaran yang berpusat pada siswa,” terangnya. Ferry juga menyampaikan bahwa program pelatihan guru seperti Guru Penggerak telah dirombak untuk lebih efektif.

Nicanor San Gabriel dari DepEd Filipina menambahkan bahwa Filipina bertujuan untuk meningkatkan kualitas guru melalui kerangka kerja komprehensif yang selaras dengan standar profesi guru. Kerangka kerja ini berperan sebagai pendorong perubahan dengan fokus pada penyelarasan kurikulum prajabatan dan pengintegrasian standar profesi guru ke dalam seluruh siklus karier guru.

Pada sesi pengembangan literasi, kebijakan pembelajaran bahasa, dan promosi Bahasa Indonesia di Filipina, Iwa Lukmana dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menyampaikan bahwa Badan Bahasa memiliki tiga prioritas utama, melestarikan bahasa dan sastra; mempromosikan literasi, dan mendorong pengakuan internasional terhadap Bahasa Indonesia.

“Tidak hanya itu, kami juga memiliki Program BIPA, yang bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri dan kedutaan besar Indonesia di negara lain. Bahasa Indonesia telah berkembang di 54 negara, dan diakui sebagai bahasa resmi oleh UNESCO,” kata Iwa. Ia juga menekankan pentingnya program pembinaan dan revitalisasi bahasa daerah untuk mempertahankan keragaman budaya dan identitas masyarakat. (R)

Berita Lainnya

Berita Terbaru