Jakarta (buseronline.com) – Kepulauan Natuna, yang terletak di garis terdepan perbatasan Indonesia, menyimpan potensi alam yang kaya, namun menghadapi tantangan dalam akses bahan literasi.
Di tengah keterbatasan ini, seorang polisi, Bripka Mudiyanto, Anggota Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas), muncul sebagai pejuang literasi yang berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak di daerah tersebut.
Bripka Mudiyanto berinovasi dengan mengubah motor dinasnya menjadi perpustakaan berjalan. Ia berkeliling dari kampung ke kampung di Pulau Natuna untuk meminjamkan buku kepada anak-anak. “Berawal dari kegelisahan melihat anak-anak usia sekolah di Natuna menghabiskan waktu dengan bermain game, saya ingin mengajak mereka untuk gemar membaca,” ungkap Mudiyanto dalam sesi gelar wicara di acara Gelar Aksi Nyata Pemulihan Pembelajaran, Sabtu.
Sejak tahun 2017, ia berkeliling menggunakan motor pustaka keliling, dan juga mendirikan Taman Bacaan di rumahnya dengan koleksi ratusan buku. Melalui inisiatif ini, ia berharap anak-anak di Natuna dapat dekat dengan polisi dan mencintai buku. “Biasanya anak-anak takut pada polisi, tetapi dengan adanya pustaka ini, mereka merasa lebih dekat,” tambahnya.
Selain Bripka Mudiyanto, Ario Muhammad, seorang orang tua, juga berperan aktif dalam menanamkan budaya literasi kepada anak-anaknya. Dalam acara yang sama, Ario berbagi pengalaman mendidik anaknya, yang sudah menghasilkan belasan karya buku di usia 14 tahun. Ia mendorong keterlibatan orang tua, khususnya ayah, dalam mendidik anak di rumah. “Permainan adalah bagian penting dari proses belajar anak,” ujar Ario, menekankan bahwa bermain tidak seharusnya dihilangkan dari masa kecil anak.
Kisah inspiratif lainnya disampaikan oleh Hazura Indar Faradiba, Ketua Bidang Hubungan Masyarakat Forum OSIS Nasional XI, yang telah menghasilkan beberapa buku antologi dan menggagas Sorowako Readers & Writers Festival di tahun 2023. Faradiba menyatakan, “Saya bersyukur bisa belajar di sekolah dengan konsep gabungan luring dan daring, yang membantu saya tetap mengikuti pelajaran.”
Dalam gelar wicara tersebut, Willy A Renandya, pakar bahasa dan dosen senior di National Institute of Education, Nanyang Technological University Singapore, menjelaskan bahwa literasi tidak hanya terbatas pada kegiatan membaca. “Literasi mencakup keterampilan mendengar, berbicara, membaca, menulis, menganalisis, dan mengekspresikannya,” tegas Willy. Ia menambahkan bahwa penting bagi para guru untuk menerapkan Extensive Reading (ER) dan Extensive Listening (EL) dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan bahasa siswa.
Kisah-kisah inspiratif dari Bripka Mudiyanto, Ario Muhammad, dan Hazura Indar Faradiba menunjukkan bahwa dengan semangat dan ketekunan, para pejuang literasi dapat memberikan dampak positif bagi generasi muda, meskipun mereka menghadapi berbagai tantangan. (R)