Jakarta (buseronline.com) – Paparan timbal pada anak-anak di Indonesia menjadi perhatian serius karena dapat menyebabkan dampak kesehatan yang berbahaya, seperti anemia, gangguan sistem imun, penurunan IQ, serta gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik.
Untuk melindungi anak-anak dari bahaya ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mulai melaksanakan langkah awal dengan mengadakan Surveilans Kadar Timbal Darah (SKTD) tahap pertama pada Januari hingga Juli 2025.
Direktur Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI, dr Anas Ma’ruf MKM, menyatakan bahwa langkah ini penting untuk memantau kadar timbal dalam darah anak-anak di Indonesia.
“Surveilans ini menjadi langkah awal yang sangat penting dalam pencegahan paparan timbal pada anak-anak, dengan mengurangi sumber timbal, memperkuat sistem kesehatan, serta meningkatkan kesadaran masyarakat,” ujar dr Anas dalam pernyataan yang disampaikan pada Jumat (13/12/2024).
Menurut data dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) tahun 2019, sekitar 8,2 juta anak Indonesia memiliki kadar timbal darah (KTD) lebih dari 5 mikrogram per desiliter (µg/dL), yang merupakan ambang batas yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk intervensi kesehatan masyarakat.
Kegiatan SKTD tahap pertama ini akan melibatkan pemeriksaan darah anak-anak serta pengambilan sampel debu, tanah, air, dan barang sehari-hari di rumah mereka untuk mengidentifikasi potensi sumber paparan timbal.
Program ini dilaksanakan dengan dukungan dari Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi BRIN, Vital Strategies, dan Yayasan Pure Earth Indonesia.
Epidemiolog Vital Strategies, Edwin Siswono, menjelaskan bahwa mengetahui sumber paparan timbal dan kelompok yang paling rentan sangat penting untuk mengurangi risiko tersebut.
“Data yang dikumpulkan dari surveilans ini akan menjadi dasar untuk merumuskan kebijakan dan program yang memperkuat perlindungan terhadap anak-anak dari bahaya timbal,” kata Edwin.
Kepala Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi BRIN, Dr Wahyu Pudji Nugraheni SKM MKes, menambahkan bahwa BRIN akan berperan sebagai peneliti utama dalam surveilans ini.
“Kami akan memastikan hasil surveilans yang representatif dan komprehensif untuk mengetahui kadar timbal dalam darah anak serta mengidentifikasi sumber pencemaran timbal di lingkungan mereka,” ujarnya.
Direktur Yayasan Pure Earth Indonesia, Budi Susilorini, menekankan pentingnya kesadaran orang tua dalam mendeteksi paparan timbal pada anak. “Orang tua perlu mengetahui apakah ada timbal dalam darah anak dan potensi sumbernya, sehingga mereka dapat segera mengambil langkah pencegahan,” jelas Budi.
dr Anas berharap hasil dari SKTD tahap pertama ini dapat menjadi alat pemantauan kadar timbal darah anak secara nasional dan berkelanjutan. “Kami berharap kebijakan pengendalian paparan timbal dapat terus berkembang, sehingga anak-anak Indonesia dapat terlindungi dari bahaya timbal,” tutupnya.
Langkah ini diharapkan dapat menjadi tonggak awal dalam menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi anak-anak Indonesia dan mendukung tumbuh kembang mereka secara optimal. (R)