25 C
Medan
Sabtu, November 23, 2024

Donor Darah dan Seminar Stunting Forwakes-PWI Sumut: Berkualitaslah Jadi Manusia

Berita HariIni

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Medan (buseronline.com) – Dokter Spesialis Anak RSU Haji Medan dr Ari Kurniasih MKed (Ped) SpA meminta remaja untuk menjaga kualitas diri. Sebab, para remaja ini nantinya akan menjadi ibu dan ayah (orang tua) yang nanti merawat dan mendidik anak-anaknya.

“Berkualitaslah jadi manusia. Ke depannya kalian ‘digendongin’ begitu banyak tanggungjawab. Orang tua yang tidak berkualitas berdampak pada tumbuh kembang anak. Anak yang tumbuh kembangnya terganggu di seribu hari pertama kelahirannya akan menjadi anak yang stunting dan dia tidak bisa menjadi SDM yang baik,” tegas dr Ari saat menjadi narasumber di acara Donor Darah dan Seminar Edukasi Pencegahan Stunting Sejak Dini di Gedung PWI Sumut Parada Harahap, Jalan Adinegoro Medan.

Kegiatan yang diselenggarakan Forum Wartawan Kesehatan (Forwakes) Sumut dan PWI Sumut bekerjasama dengan PMI Medan ini menghadirkan siswa dari MAN Sergai dan mahasiswa Unimed. Hadir juga Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari, Ketua PWI Sumut Farianda Putra Sinik serta Kepala Dinkes Sumut dr Alwi Mujahit MKes, dan lainnya.

Ari mengatakan remaja terutama perempuan harus paham untuk menjadi seorang ibu. Oleh karena itu, untuk menjadi seorang ibu atau orang tua, usia dan pola pikir harus sudah matang.

“Lima tahun ke depan kalian akan menikah dan nanti dikaruniai anak. Untuk itu kalian harus cukup gizi, jangan mengalami anemia yang bisa menyebabkan anak stunting. Sekarang sudah ada pemberian tablet zat besi, konsumsi itu. Kalau tidak mau konsumsi itu, maka perbanyak konsumsi protein hewani seperti ikan, telur dan ayam,” sarannya.

Ia meminta remaja untuk tidak hamil di luar nikah dan tidak menikah jika belum siap secara usia dan pola pikir. “Jangan belum siap menjadi ibu tapi sudah menjadi ibu. Banyak kita temukan pasangan suami istri yang tidak matang secara berpikir dan usianya. Alhasil, lahir bayi-bayi prematur. Ke depan tumbuh kembangnya gimana? Anak-anak itu menjadi stunting, sehingga dia tidak bisa menjadi SDM yang baik dan akan menjadi beban negara,” ungkapnya.

Ia menambahkan anak yang mengalami stunting akan terganggu kesehatannya, daya tahan tubuh atau imunitasnya sehingga sering sakit. “Ini menyebabkan pengeluaran negera menjadi lebih banyak. Untuk itu saya tekan lagi, berkualitaslah menjadi manusia,” tegasnya lagi.

Sedangkan Perwakilan BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) Sumut Dra Rabiatun Adawiyah MPHR juga menyampaikan soal 4 T (Terlalu Muda, Terlalu Tua, Terlalu Dekat Dan Terlalu Banyak) kepada peserta seminar.

“Jangan terlalu muda menikah dan melahirkan. Usia menikah yang matang itu untuk perempuan adalah 21 tahun dan laki-laki usia 25 tahun. Pada usia ini alat reproduksi sudah mapan atau cocok untuk melahirkan. Kalau dibawah 21 tahun maka alat reproduksi belum sempurna, sehingga rentan alami pendarahan hingga kematian pada ibu dan bayi,” ungkapnya.

Kemudian, Terlalu Tua. “Usia di atas 35 tahun disarankan tidak lagi melahirkan, karena alat reproduksinya sudah mulai ‘usang’ sehingga beresiko tinggi alami pendarahan hingga kematian. Terlalu Dekat juga tidak boleh. Jarak orang melahirkan itu 2 sampai 5 tahun, kenapa? perempuan yang melahirkan banyak syaraf-syaraf yang putus dan untuk memulihkan syaraf yang putus itu butuh waktu 2 sampai 5 tahun, maka jarak melahirkan itu jangan terlalu dekat. Oleh karena itu, pakai alat kontrasepsi,” ujarnya.

Terakhir, Terlalu Banyak. Ibu yang mempunyai anak banyak mempunyai risiko untuk meninggal. “Jumlah anak terlalu banyak kemungkinan akan menyebabkan kesehatan ibu yang sedang hamil atau pasca persalinan terganggu. Terlalu sering melahirkan bisa memberi dampak buruk bagi seorang ibu sehingga risiko kematian menjadi lebih meningkat,” ungkapnya.

Sementara, Alwi Mujahit mengatakan satu dari lima anak mengalami stunting. Sebab, prevalensi angka Stunting di Sumut 21,1 persen. Hal ini menurutnya tentu bakal menjadi permasalahan sosial untuk kedepannya, bila kasus stunting tidak segera ditanggulangi.

Alwi menjelaskan, kasus stunting ini sebetulnya dapat diintervensi hingga temuannya menjadi nol kasus. Caranya ujar dia ialah, dengan memberikan Air Susu Ibu (ASI) kepada anak selama 2 tahun.

Pemberian ASI itu, terangnya menurut hasil penelitian dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia yang diperolehnya, yaitu dilakukan selama 8 kali perhari sampai sang anak merasa kenyang. Hal ini, kata Alwi, maka sudah cukup untuk memenuhi gizi dari sang anak agar terhindar dari stunting.

“Jadi sebenarnya stunting ini kalau diintervensi, yakni di 1.000 hari pertama kehidupan. Mulai dari konsepsi di dalam rahim (gizi ibu), kemudian pemberian ASI selama 2 tahun. Kalau kedua hal ini bisa kita jaga dengan baik, stunting itu harusnya nol,” imbuhnya.

Berita Lainnya

Berita Terbaru