Canberra (buseronline.com) – Universitas Sebelas Maret (UNS) menjalin kerja sama dengan National Electric Vehicle Centre of Excellence (NEVCE), Australia, untuk mempercepat elektrifikasi transportasi publik di Kota Solo.
Proyek bertajuk Decarbonization Pathways for Indonesia’s Buses Infrastructure (DIBI) ini menjadi bagian dari kemitraan strategis KONEKSI antara UNS dan University of Canberra (UC).
Penandatanganan kemitraan KONEKSI dilakukan pada November 2024 di Canberra, disaksikan oleh Duta Besar Indonesia untuk Australia, Siswo Pramono, serta Atdikbud KBRI Canberra, Mukhamad Najib. Kemitraan ini juga melibatkan mitra strategis dari Australia seperti ITP Renewables dan EVENERGI.
Dekan Fakultas Teknik UNS, Wahyudi Sutopo, menyebutkan bahwa proyek DIBI tidak hanya menjawab kebutuhan elektrifikasi transportasi di Kota Solo, tetapi juga mengimplementasikan nota kesepahaman elektrifikasi kendaraan hasil KTT ASEAN-Australia 2024 di Melbourne.
“Solo memiliki tata kelola transportasi yang baik, dengan lebih dari 100 armada di 12 koridor yang dikelola melalui subsidi BTS dari Kementerian Perhubungan. Namun, untuk bermigrasi ke armada bis listrik, dibutuhkan investasi besar dalam pengadaan kendaraan, infrastruktur pendukung, serta pelatihan tenaga kerja terampil,” kata Wahyudi dalam Forum Group Discussion (FGD) yang digelar di Fakultas Teknik UNS, Selasa.
Toby Roxburgh, Ketua dan Co-founder NEVCE, mengungkapkan bahwa bis listrik adalah solusi tepat untuk dekarbonisasi transportasi publik.
“Rute tetap yang dimiliki bis memudahkan pengembangan jaringan baterai surya untuk menggantikan energi batu bara. Selain itu, bis listrik membantu mengurangi kemacetan dan meningkatkan inklusi sosial,” jelasnya.
Namun, Toby menegaskan bahwa daya tarik transportasi umum harus terus ditingkatkan agar masyarakat lebih memilih bis listrik daripada kendaraan pribadi, termasuk kendaraan listrik.
Atdikbud KBRI Canberra, Mukhamad Najib, menyatakan dukungannya atas kolaborasi ini. Menurutnya, keberhasilan proyek DIBI di Solo dapat menjadi model yang direplikasi di kota-kota lain di Indonesia.
“Biaya penggunaan tenaga surya dan baterai semakin terjangkau, sementara Indonesia memiliki potensi besar dalam energi surya. Dengan Indonesia sebagai penghasil nikel terbesar di dunia dan Australia yang kaya akan lithium, kita memiliki potensi besar untuk bersinergi dalam penyediaan bahan utama baterai bis listrik,” ungkap Najib.
Najib juga menambahkan bahwa transisi energi hijau melalui kendaraan listrik adalah agenda bersama Indonesia dan Australia. “Apa yang dilakukan UNS adalah langkah strategis yang perlu mendapat dukungan penuh dari semua pihak, termasuk pemerintah Indonesia,” tutupnya.
Forum diskusi ini turut dihadiri oleh berbagai pihak, seperti Dinas Perhubungan Kota Surakarta, PLN, Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo, pengelola TPA Putri Cempo, serta para peneliti. Acara ini dibuka oleh Direktur Perencanaan, Kerja Sama, Internasionalisasi, dan Reputasi UNS, Ibrahim Fatwa Wijaya.
Proyek DIBI menjadi langkah konkret UNS dalam mendukung transisi energi hijau, sekaligus memperkuat hubungan diplomasi Indonesia dan Australia dalam upaya bersama menuju transportasi publik yang ramah lingkungan. (R)