28 C
Medan
Senin, Februari 24, 2025

Jepang hingga Malaysia Alami Krisis Pangan, Mentan Amran: Indonesia Tetap Terkendali

Berita HariIni

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Jakarta (buseronline.com) – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa Indonesia berada dalam posisi aman dalam menghadapi ancaman krisis pangan global yang kini melanda beberapa negara seperti Jepang, Malaysia, dan Filipina.

Dalam upayanya mengantisipasi dampak dari perubahan iklim serta gangguan distribusi pangan, pemerintah terus memperkuat cadangan beras nasional dan mempercepat langkah swasembada pangan.

Mentan Amran menyoroti kebijakan Jepang yang untuk pertama kalinya dalam sejarah harus melepaskan 210.000 ton beras dari cadangan darurat satu juta ton akibat lonjakan harga ekstrem.

“Kenaikan harga beras di Jepang mencapai 82% dalam setahun, dari ¥2.023/kg (Rp215.423) menjadi ¥3.688/kg (Rp393.000). Ini dampak langsung dari gelombang panas ekstrem yang merusak produksi dan mengganggu distribusi. Kondisi ini bisa terjadi di mana saja jika negara tidak memiliki cadangan pangan yang memadai,” ungkapnya.

Sementara itu, Malaysia juga mengalami kelangkaan beras lokal yang menyebabkan lonjakan harga dan kepanikan masyarakat.

Pasokan yang menipis serta harga beras impor yang lebih mahal semakin memperparah situasi.

“Kondisi di Malaysia menunjukkan bahwa terganggunya stok pangan bisa berakibat pada keresahan sosial. Pangan bukan sekadar kebutuhan, tetapi juga faktor stabilitas negara,” jelas Mentan Amran.

Di Filipina, pemerintah telah menetapkan status darurat ketahanan pangan sejak awal Februari 2025 setelah inflasi beras melonjak hingga 24,4%, angka tertinggi dalam 15 tahun terakhir.

“Negara yang bergantung pada impor beras seperti Filipina dan Malaysia sangat rentan ketika pasokan global terganggu. Ini menjadi pelajaran berharga bahwa ketergantungan pada impor bukanlah solusi jangka panjang. Indonesia harus memperkuat produksi dalam negeri,” tegasnya.

Badan Pangan Dunia (FAO) melaporkan bahwa lebih dari 864 juta orang di dunia mengalami kerawanan pangan parah pada 2024, dengan Asia dan Afrika sebagai wilayah terdampak utama.

Faktor pemicu utama adalah perubahan iklim, konflik, dan ketidakstabilan ekonomi.

“Ini bukan sekadar peringatan, tapi bukti nyata bahwa pangan adalah isu strategis. Indonesia harus memastikan ketahanan pangan sejak sekarang,” lanjut Mentan Amran.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025, harga beras medium di Indonesia stabil di kisaran Rp13.000-Rp14.000/kg, lebih rendah dibanding puncak harga 2024 yang sempat mencapai Rp16.000/kg.

“Stabilitas ini patut disyukuri, tapi kita tidak boleh berpuas diri. Ke depan, kita harus memperkuat cadangan beras nasional agar siap menghadapi segala kemungkinan, termasuk dampak perubahan iklim yang semakin nyata,” ujarnya.

Sebagai langkah konkret, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan Perum Bulog untuk menyerap 3 juta ton beras dari petani dengan acuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah Rp6.500/kg dan beras Rp12.000/kg.

Langkah ini bertujuan untuk menjaga semangat petani sekaligus memastikan ketersediaan stok nasional.

“Dengan penyerapan massal, kita tidak hanya memastikan petani mendapatkan harga yang layak, tapi juga memperkuat stok nasional guna menghadapi ketidakpastian global. Indonesia saat ini dalam kondisi pangan yang kuat,” papar Mentan Amran.

Selain itu, Kementerian Pertanian terus mendorong sinergi dengan kementerian lain serta pemerintah daerah untuk memastikan distribusi beras berjalan lancar dan minim kebocoran.

“Kami juga mengajak masyarakat mendukung program cetak sawah baru serta peningkatan produktivitas melalui teknologi pertanian modern,” tambahnya.

Mentan Amran menutup dengan menegaskan bahwa swasembada beras bukan sekadar target, melainkan sebuah keharusan bagi kemandirian bangsa.

“Kita tidak ingin rakyat antre beras seperti di Filipina atau panik seperti di Malaysia dan Jepang. Dengan cadangan yang cukup dan sistem distribusi yang tangguh, Indonesia bisa menjadi contoh dalam ketahanan pangan global,” pungkasnya. (R)

Berita Lainnya

Berita Terbaru